NUSA DUA - Perjanjian Currency Swap Agreement (CSA) yang telah disepakati Indonesia dan China nampaknya akan kembali diperpanjang.
Bank Indonesia (BI), memberikan signal akan adanya perpanjangan CSA tersebut. Hal ini dilakukan, guna memitigasi resiko-resiko yang terjadi akibat adanya krisis yang melanda Eropa.
"Opsi-opsi itu (seperti) sedia payung sebelum hujan," ungkap Deputi Gubernur BI Muliaman D Hadad di sela-sela acara BI-World Bank Joint International Conference Dealing With the Challenges of Macro Financial Linkages in Emerging Markets di Hotel Nikko, Bali, Kamis (1/12/2011).
Menurut Muliaman, apapun yang dipersiapkan untuk menjaga agar tidak ada downsite risk yang mungkin terjadi layak untuk dilakukan. "Pemerintah bukan hanya BI tentu akan melihat pintu-pintu apa saja yang bisa dilalui," tambahnya.
Karenannya, guna menjaga kemungkinan tersebut, pihaknya tetap akan membuka pintu kerja sama. "Jadi itu bisa saya jawab secara umum saja, artinya kita tidak menutup kemungkinan (memperpanjang CSA)," tukas dia.
Seperti diketahui CSA telah ditandatangani Bank Indonesia dan The Peoples Bank of China pada 23 Maret 2009 dan berakhir pada Maret 2012. Kerja sama yang ditandatangani merupakan kerja sama rupiah/renminbi swap line yang setara dengan Rp175 triliun/RMB100 miliar dan berlaku efektif selama tiga tahun dengan kemungkinan perpanjangan atas persetujuan kedua belah pihak.
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Industri dan Perdagangan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Edy Putra Irawady juga menyampaikan, minat para pengusaha dalam menerapkan kerja sama tersebut masih kurang, karena kebijakan tersebut kurang menguntungkan perusahaan. Padahal, perjanjian ini dapat mengimbangi daya saing harga produk-produk China.
(Widi Agustian)