Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Cerita dari Kampung Cijengkol (2)

Denyut Grameen Bank Berdetak di Leuwiliang

Rani Hardjanti , Jurnalis-Senin, 12 Desember 2011 |12:32 WIB
Denyut Grameen Bank Berdetak di Leuwiliang
Ibu Nana. (Foto : Okezone)
A
A
A

BOGOR - Dengan tergopoh-gopoh, ibu tua bernama Nana, membuka warung ala kadarnya. Dia menarik-narik ke atas rolling door berkarat yang macet, karena sudah usang.

Begitu terbuka, Nana pun tersenyum lebar dan bangga. "Ini warung saya," ujarnya sumringah, akhir pekan ini kepada okezone.

Dia adalah seorang janda. Semenjak ditinggal suaminya meninggal dunia karena penyakit tua, Nana berjuang untuk menyambung hidup dengan berjualan apa saja.

"Saya kalau pagi ke pasar dulu belanja. Kalau sudah selesai saya jaga warung," ujar wanita asli Condet, yang menetap di Desa Cidokom, Kampung Cijengkol, Kecamatan Rumpin, Bogor.

Nana merupakan salah satu pengguna manfaat Koperasi Karya Usaha Mandiri (KUM). Ibu dua anak ini meminjam uang senilai Rp500 ribu. Itu adalah plafon kredit terkecil. Dana itu digunakan sebagai modal untuk berjualan.

"Saya pinginnya mah pinjam banyak. Modal besar kan untungnya juga besar. Tapi takut enteu bisa kembalikan," ujar Nana dengana logat Sundanya.

Dengan pinjaman itu dia diwajibkan mencicil dana Rp13 ribu per minggu dan kewajiban menabung Rp2.000 per minggu. "Lumayanlah, hasil dagang bisa untuk makan sehari-hari," tutupnya.

Lain Nana, lain Euis. Euis merupakan salah satu peminjam dana KUM senilai Rp500 ribu. Namun Euis (26) adalah anggota Koperasi KUM di lain desa.

"Saya mau berhenti, karena mau ikut suami jualan roti di Tangerang. Biasanya suami saya yang ambil di Tangerang lalu dijual di sini. Soalnya biaya bensin ke sininya mahal, makanya saya setop wae," ujar ibu empat anak ini.

Menurut Staf Direksi Ahli Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) dan Pengawas Koperasi KUM Isyono Broto, pinjaman tanpa agunan yang digulirkan oleh KUM, menyasar kaum papa, dengan spesifikasi wanita.

Pola pinjaman KUM merupakan replika sistem Grameen Bank yang diciptakan Muhammad Yunus di Bangladesh. Sistem ini diperuntukkan bagi orang-orang miskin yang tidak tersentuh oleh bank konvensional.

"Banyak warga sini yang berjualan buah di Jakarta. Salah satu perwakilan kelompok mereka akan pulang untuk membayar cicilan dan membawa hasil berjualan ke kampung," ceritanya.

Awalnya, Kampung Cijengkol ini memiliki masalah ekonomi dan sosiologi. Di kampung ini banyak wanita muda yang ditinggal begitu saja oleh suaminya. "Rata-rata suami mereka adalah pendatang di kampung itu, untuk menambang pasir dan emas. Begitu selesai, gadis yang dinikahi dengan usia rata-rata 13 tahun itu menjadi janda. Tetapi anaknya banyak," ujarnya.

Beban janda muda yang harus menghidupi anak-anaknya itu membuat status sosial mereka menjadi tak dianggap. "Ini juga beban bagi orangtuanya," ujar dia menjelaskan asal-usul KUM menyasar kaum ibu.

Pada awalnya, KUM berawal project yang dilakukan oleh Asia and Pacific Development Center (APDC), sebuah lembaga keuangan untuk mengatasi masalah-masalah yang dihadapi dalam pembangunan negara-negara di wilayah Asia Pasifik pada 1989, untuk menyelenggarakan pola peminjaman uang ala Grameen Bank. Bersama
Departemen Pertanian dan LPPI, kemudian model ini digulirkan.

Namun dalam perjalanannya, pada 1992, KUM sempat tidak berkembang.

"Artinya tidak ada jumlah penambahan anggota. Kemudian saya memberi motivasi petugas KUM, ini kan kampung kalian, masa ada kesulitan tidak peduli? Saya jelaskan, bahwa ini pekerjaan yang tidak hanya profit oriented, tetapi juga kemanusiaan," jelas dia.

Upaya yang dilakukan pun membuahkan hasil, dalam waktu sekira lima tahun KUM kembali berdenyut dengan nilai yang fantastis. "Jika awalnya 75 persen dimiliki oleh kreditur dan 25 persen dimiliki debitur, kini sebaliknya," ujar Isyono.

Besaran dana yang bergulir dan tabungan warga pun kini kian membesar hingga puluhan miliar. Angka ini cukup fantastis. Lalu bagaimana perkembangan Gramen Bank di Indonesia? Baca berita selanjutnya di okezone.com.

(Rani Hardjanti)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement