JAKARTA - Persoalan rotan yang kisruh yang telah menghabiskan waktu dan menyusahkan pengusaha rotan sudah masuk pada bulan keenam. Mereka menilai implementasi Permendag 35, Permendag 36, dan Permendag 37 belum berjalan dengan baik.
"Implementasi Permendag terkait rotan yang dinilai menyusahkan pengusaha itu, diakibatkan oleh permendag 35, permendag 36, dan permendag 37," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan, Distribusi dan Logistik Natsir Mansyur dalam keterangan tertulisnya, Jakarta, Rabu (23/5/2012).
Natsir menjelaskan, pertama, permendag 35 mengenai larangan bahan baku di mana petani rotan tidak mau lagi produksi rotan asalan karena tidak dapat ditampung oleh pengusaha industri rotan asalan tersebut. "Ini mengakibatkan terjadinya stagnasi di lapangan, sehingga, petani rotan banyak beralih profesi ke komoditas lain yang lebih menguntungkan buat hidup," ujar Natsir.
Kedua, Permendag 36 tentang kewajiban verifikasi dimana selama ini pihak survejor sangatlah berbelit-belit birokrasinya. "Pemeriksaan yang secara teknis sangatlah berlebihan, sehingga menimbulkan biaya yang tinggi," ujar Natsir.
Ketiga, Permendag 36 tentang kewajiban verifikasi dimana selama ini pihak survejor sangatlah berbelit-belit birokrasinya. "Pemeriksaan yang secara teknis sangatlah berlebihan, sehingga menimbulkan biaya yang tinggi," jelas Natsir.
Kadin meminta kepada Kementrian Perdagangan (Kemendag) supaya persoalan rotan ini tidak berlarut-larut, karena para pengusaha rotan daerah sudah mengalami kerugian yang besar, sehingga berdampak kepada pemberhentian usaha dan PHK.
"Saya berharap kepada Kemendag untuk lebih serius terhadap masalah ini, apalah artinya tiga permendag ini dikeluarkan tapi malah menyusahkan pengusaha dan petani rotan," ujar Natsir.
(Widi Agustian)