JAKARTA - Kenaikan harga-harga bahan makanan menjelang bulan Ramadan merupakan sesuatu hal yang biasa, karena merupakan hukum pasar. Pemerintah pun masih menolerir kenaikan harga bahan pangan tersebut, jika dalam range tertentu.
"Memang kalau kenaikan harga ini, sepanjang biasanya kita mengambil toleransi 15 persen, itu artinya masih wajar. Kalau sudah di atas itu, memang ini kita harus cari faktornya apa," ungkap Menteri Pertanian Suswono, kala ditemui di Kantor Menko Perekonomian, Jakarta, Selasa (17/7/2012).
Suswono melanjutkan, pihaknya telah menerima laporan dari berbagai asosiasi yang melaporkan bahwa stok-stok bahan makanan seperti daging ayam dan telur tercukupi. "Yang penting begini, ada terjadi panik justru ketika masyarakat panik ini dimanfaatkan oleh pedagang. Karena sudah kita katakan, itu ada dan nanti biasanya mulai memasuki Ramadan minggu pertama kedua harganya drop, tapi setelah itu baru naik lagi menjelang Lebaran," jelas dia.
Guna mengantisipasi masyarakat yang panik, pemerintah mengimbau kepada pelaku usaah untuk tidak seenaknya menaikkan harga-harga bahan makanan tersebut.
Pasalnya, tidak ada lembaga yang punya penugasan seperti Bulog untuk melakukan operasi pasar.
"Sekarang kalau telur mahal, operasi pasarnya siapa yang mengerjakan? Dan ini diserahkan pada mekanisme pasar. Oleh karena itu, yang bisa kita lakukan mengimbau kepada pelaku usaha supaya jangan memberatkan kenaikan yang sudah menjadi-jadi yang justru akhirnya dia akan rugi. Karena kalau dia tidak lepas dan menumpuk stok maka harga akan jatuh juga," kata Suswono.
Oleh sebab itu, kenaikan harga menjelang hari raya rutin terjadi. "Pada minggu pertama, kedua, ini turun. Menjelang Lebaran naik lagi, tapi setelah Lebaran harga ayam dan telur itu jatuh lagi," tukas dia.
(Martin Bagya Kertiyasa)