Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Setelah Newmont, Pembelian Inalum Juga Mentok di DPR

Maesaroh , Jurnalis-Kamis, 11 Oktober 2012 |16:25 WIB
 Setelah Newmont, Pembelian Inalum Juga Mentok di DPR
Ilustrasi. (Foto: Okezone)
A
A
A

JAKARTA - Pengambilan aset PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum) oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP) belum mendapat lampu hijau dari DPR. Dalam rapat Timus (tim perumus), draf RUU APBN tahun anggaran 2013 antara Badan Anggaran (Banggar) dengan pemerintah, Banggar tidak menyetujui usulan pemerintah agar pembelian dan pengelolaan aset Inalum dilakukan langsung oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP).

Banggar berharap pihak yang ditunjuk untuk membeli serta mengelola Inalum harus dibicarakan kembali di Komisi VI dan XI bersama mitra kerja terkait mereka guna membahas persoalan korporasinya serta dengan Komisi VII dalam soal teknisnya.

"Saya di komisi VI saja masih belum satu kata kalau ini sektornya siapa. Kita memerlukan panja (panitia kerja) dengan Komisi VI dan XI adalah (pembelian Inalum) ditugaskan kepada siapa," tutur anggota Banggar Memed Sosiawan, dalam rapat timus, di Gedung DPPR/MPR, Senayan, Jakarta, Kamis (11/10/2012).

Kendati tidak menyepakati siapa yang akan ditunjuk untuk membeli Inalum, tetapi Banggar satu suara bahwa Inalum harus dibeli melalui dana APBN. Guna merealisasikan pembelian Inalum, pemerintah melalui PIP telah menyediakan anggaran sebesar Rp2 triliun pada APBN 2012 serta rencananya sebesar Rp5 triliun pada tahun anggaran 2013.

Meskipun dana Rp2 triliun dalam APBN 2012 sudah tersedia tetapi hingga kini belum terpakai karena perjanjian antara pemerintah dan Jepang yang sekarang berstatus pengelola Inalum baru akan berakhir pada Oktober 2013.

Dalam pasal 18, draf RAPBN 2013 disebutkan bahwa PIP ditugasi secara langsung langsung untuk membeli PT Inalum. Pasal inilah yang tidak disepakati DPR.  PIP merupakan lembaga di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang fokus membiayai proyek infrastruktur.

"Bahwa pengambilalihan ini merupakan mandat dan harus dibiayai APBN kita setuju tetapi setelah kita setuju pengambilalihan Inalum ini dengan APBN kepada siapa itu ditugaskan?" katanya.

Sebagai informasi, pemerintah berencana membeli saham PT Inalum menjelang berakhirnya Master Agreement dengan Nippon Asahan Aluminium (NAA) pada Oktober 2013 mendatang. Dalam rencana pembelian tersebut, pemerintah telah menyelesaikan audit Inalum, meminta second opinion dari konsultan, serta mendatangi DPR guna meminta persetujuan mereka.

"Ini juga harus dibahas bagaimana pembagian pemerintah pusat dan daerah jadi tidak semata-mata semuanya masuk PIP. Ini harus clear. PIP itu kan hanya penyedia dana," tutur anggota Banggar Jhoni Allen Marbun.

Menanggapi penolakan DPR, Direktur Jenderal (Dirjen) Anggaran Kemenkeu Herry Purnomo mengatakan pihaknya akan melakukan diskusi internal terlebih dahulu sebelum melakukan pembahasan lebih lanjut dengan DPR. "Nanti kami akan bicarakan dulu di internal tetapi kami maunya dimasukkan dalam RAPBN 2013," tutur Herry.

PT Inalum yang didirikan pada 1976 adalah perusahan patungan antara pemerintah dan 12 perusahaan penanam modal Jepang yang tergabung dalam NAA. Mereka kemudian menandatangani perjanjian induk untuk PLTA dan juga pabrik peleburan aluminium Asahan yang kemudian dikenal sebagi proyek Asahan.

Inalum merupakan pelopor di bidang industri peleburan (smelter) aluminium. Semula Indonesia hanya memiliki saham 10 persem di sana tetapi kemudian terus meningkat menjadi 25 persen, 41,13 persen, dan terakhir 41,12 persen.

Inalum disorot karena 65 persen produksinya diekspor ke Jepang sehingga dianggap tidak menguntungkan bagi Indonesia. Dari segi operasional, Inalum juga selalu merugi

(Martin Bagya Kertiyasa)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement