Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement

Tuntaskan Renegosiasi Kontrak Karya Freeport!

Fiddy Anggriawan , Jurnalis-Selasa, 20 November 2012 |16:16 WIB
Tuntaskan Renegosiasi Kontrak Karya Freeport!
Ilustrasi. (Foto: Corbis)
A
A
A

JAKARTA - Proses renegosiasi kontrak karya pertambangan yang belum final hingga kini menimbulkan kekhawatiran dari berbagai kalangan.

Salah satunya datang dari Ketua Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) Poltak Sitanggang. Menurutnya, berlarutnya proses renegosiasi itu menunjukan bahwa posisi tawar pemerintah di mata asing cenderung lemah.

"Para pengusaha asing ini cenderung meremehkan pemerintah dengan terus mengulur waktu untuk memutuskan poin-poin yang harus di renegosiasi. Sementara di sisi lain pemerintah gagal menekan mereka untuk tunduk pada hukum di negeri ini," ungkap Poltak kepada wartawan, Selasa (20/11/2011).

Kemudian, lanjut Poltak, masih ada hal penting yang perlu diwaspadai dalam proses renegosiasi dan kesepakatan yang akan diambil apakah nantinya menyimpang atau tidak dari acuan yang seharusnya.

"Kami tegaskan kalau satu saja dari seluruh poin kesepakatan menyimpang dari UU Minerba No.4 Tahun 2009, maka dengan sendirinya hasil renegosiasi itu sudah menyalahi konstitusi. Karena bagi kami tidak ada acuan lain terhadap pelaksanaan renegoisasi kecuali UU, selaku dasar hukum tertinggi di Indonesia," jelasnya.

Seperti diketahui, ada enam hal pokok yang wajib direnegosiasi yaitu seputar royalti, divestasi saham, pembangunan pabrik pemurnian mineral (smelter), perpanjangan kontrak, penggunaan jasa dan barang dari dalam negeri, serta luas wilayah pertambangan.

Kontrak Karya pada dasarnya harus berubah menjadi IUP setelah satu tahun berdasarkan UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba) disahkan pada 2009.

"Jadi, perubahan status Kontrak Karya Freeport seharusnya sudah berubah pada 2010, dan pada tahun itu pula pemerintah sebenarnya harus menyelesaikan renegosiasi dengan Freeport," ucap dia.

Sejauh ini, kata Poltak, tindakan pemerintah tersebut jelas membuat para pengusaha dalam negeri sebagai tindakan yang berat sebelah dan cenderung menerapkan perbedaan terhadap sesama pelaku di dunia usaha pertambangan, terutama mineral yang menjadi wilayah dari para anggota Apemindo.

"Dunia ini sangat menderita, bukan oleh kekejaman orang jahat, melainkan karena diamnya orang-orang baik," tutupnya.

(Widi Agustian)

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Telusuri berita finance lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement