JAKARTA - Pemerintah berencana memberikan pinjaman sebesar USD1 miliar bagi International Monetery Fund (IMF). Namun, pemerintah diharuskan meminta persetujuan parlemen sebelum memberikan aliran dana ini.
Wakil Ketua Komisi XI DPR, Harry Azhar Azis, mengatakan pemerintah, diwakili oleh Kementerian Keuangan, diharuskan meminta izin secara resmi kepada parlemen. Menurutnya, DPR berhak menolak keinginan pemerintah, jika alasan yang akan dikemukakan Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo dinilai mengada-ada atau sekadar mencari pencitraan.
"Kalau alasannya rasional, tentu DPR akan mempertimbangkannya," Ungkap Harry, saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Kepala BKF, DJA, DJPB, DJKN, Sekjen Kemenkeu, di Gedung DPR-RI Komisi XI, Senayan, Jakarta, Senin (2/7/2012).
Harry mengungkapkan, pada dasarnya seluruh kegiatan pemberian pinjaman yang akan dilakukan pemerintah mesti masuk ke dalam skema APBN. Menurut Harry, rencana memberikan pinjaman tersebut belum pernah dibahas dalam nota keuangan indikatif 2013 maupun APBN 2012.
"Pemberian pinjaman ini harus menjadi bagian dari alokasi APBN, setahu saya model pemberian pinjaman hanya ke daerah, bukan ke luar negeri," jelas Harry.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah memberikan sinyal akan memberikan pinjaman kepada Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) maksimal USD1 miliar. Pinjaman ini nantinya akan berupa iuran pada IMF.
Menteri Keuangan Agus DW Martowardojo menjelaskan, pinjaman atau iuran tersebut merupakan komitmen Indonesia sebagai negara anggota G20. Terlebih, Indonesia juga pernah mendapatkan pinjaman dana dari IMF pada 2006.
Agus melanjutkan, komitmen iuran tersebut, datang dari negara anggota G20 yang dibutuhkan IMF, untuk membangun perekonomian negara-negara anggota G20 termasuk perekonomian negara di Zona Eropa yang saat ini sedang terlilit utang. Namun begitu, agus menmabahkan bahwa iuran tersebut saat ini masih dalam tahap pembicaraan internal antara pemerintah dan pihak IMF sendiri.
(Martin Bagya Kertiyasa)