Kasus IM2, BRTI Nilai BPKP Double Standard

Widi Agustian, Jurnalis
Minggu 09 Desember 2012 16:25 WIB
Ilustrasi. (Foto: Feri/Okezone)
Share :

JAKARTA - Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menyesalkan sikap Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang dinilai tidak konsisten dan menciderai muka sendiri. Hal ini terkait dengan kasus PT Indosat Mega Media (IM2 sebagai kasus dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara.

“BPKP itu mitra Kemenkominfo yang harmonis. Ada tim optimalisasi pendapatan negara. Setiap tahun sejak 2006 melakukan audit laporan pendapatan Negara dari penggunaan frekuensi, dan tidak ada masalah. Nah, kenapa saat Kejaksaan meminta BPKP melakukan audit atas kasus IM2, kemudian dianggap ada kerugian Negara atas kerjasanya dengan PT Indosat? Ini kan sesuatu yang ganjil. Seolah-olah hal ini terkesan dipaksakan,” tutur anggota BRTI Nonot Harsono dalam keterangan tertulisnya, Minggu(8/12/2012).

Laporan BPKP yang tidak sinkron dengan pemeriksaan tahunan Kemekominfo mengenai BHP Frekuensi menunjukkan bahwa BPKP bersikap double standard dan tidak konsisten. “Sikap BPKP double standard. Karena itu patut dianggap  sikap BPKP menciderai muka sendiri," ungkapnya.

BRTI pun menilai tuduhan penyalahgunaan alokasi frekuensi pada pita 2.1GHz dan penetapan tersangka atas Direktur Utama IM2 Indar Atmanto menunjukkan bahwa pihak penyidik Kejaksaan tidak memahami konteks telekomunikasi. Kejaksaan Agung dinilai cenderung memaksakan diri untuk menjadikan kasus IM2 sebagai kasus dugaan korupsi yang merugikan keuangan negara.

Menurutnya, salah pikir dan tafsir atas makna menggunakan frekuensi ini mesti diluruskan. Bila tidak, carut-marut tata kelola negara di sektor telekomunikasi ini akan mengancam masa depan industri telekomunikasi yang telah berkontribusi besar penopang kegiatan ekonomi negara.

“Pihak Kejaksaan mesti mendengarkan penjelasan banyak kalangan, baik dari Menkominfo, BRTI, Mastel, ATSI, APJII dan para ahli telekomunikasi yang telah menjelaskan tidak ada yang illegal dari apa yang telah dilakukan oleh PT. Indosat Tbk. dan PT. IM2. Bila tidak, industri telekomunikasi terancam kolaps,” imbuh dia.

Dia menjelaskan penggunaan frekuensi diibaratkan sama dengan pembangunan jalan tol yang dilakukan suatu pengelola.

“Pengelola jalan tol inilah yang berkewajiban membayar pajak jalan tol kepada Negara, sementara pengguna jasa jalan tol seperti bus, truck box, mobil kurir, travel, dan semua pengguna mobil pribadi tidak perlu membayar pajak seperti yang dikenakan kepada pengelola jalan tol itu. Mereka cukup membayar biaya kepada petugas loket pintu tol,”  jelasnya.

Dalam konteks kasus kerjasama Indosat-IM2 ini, Nonot juga mengibaratkan PT Indosat seperti pembangun mall besar yang di dalamnya ada 1.000 stand. Sehingga wajib pajak PBB adalah cukup Indosat.

“Nah, posisi IM2 itu hanya penyewa salah satu stand dari 1.000 stand yang ada. IM2 cukup membayar biaya sewa satu stand kepada Indosat,” ungkap dia.

(Widi Agustian)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya