JAKARTA - PT Pertamina (Persero) mempunyai beberapa faktor yang membuat bengkaknya harga produksi gas 12 kilogram (Kg). Salah satu faktor lonjakan tersebut adalah bahan baku pembuatan gas LPG (elpiji) yakni harga Contrac Price Amarco (CP Aramco) yang naik.
Vice President LPG & Gas Products Gigih Wahyu Hari Irianto mengatakan, selain harga dari CP Aramco naik, Pertamina masih menahan harga jual elpiji yang masih rendah. Padahal, bahan baku terus melonjak yang menyebabkan Pertamina mengalami kerugian dalam bisnis elpiji nonsubsidi 12 kg karena harga jualnya rendah.
"Kenaikan harga CP Aramco USD917 per Metric ton dengan kurs Rp9.382. Bahan bakunya sudah tinggi yakni sudah mencapai Rp8.852 per kilonya," jelas Gigih, di Kantor Pusat Pertamina, Jakarta, Rabu (20/2/2013).
Menurut Gigih, dengan perkiraaan tren CP Aramco yang selalu meningkat, apabila tidak dilakukan penyesuaian harga, kerugian Pertamina akan semakin tinggi di tahun-tahun mendatang. Gigih menjelaskan, selain kenaikan CP Amarco kenaikan juga disebabkan oleh kebijakan yang melarang penggunaan Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi pada kendaraan angkut distribusi gas elpiji dan kenaikan Upah Minimum Regional (UMR).
"Karena tangki akan digunakan harga keekonomian, jadi harga-harga naik. Biaya operasional naik seperti UMR," imbuhnya.
Gigih menjelaskan, pada Juni 2012, Pertamina menjual gas elpiji nonsubsidi sebesar Rp5.850 per kilo, sedangkan produksinya Rp10.064 per kg. "Kalau sekarang kita subsidi Rp5.000 per kg lebih," jelasnya.
Menurut Gigih, sebagai BUMN, pihaknya bisa saja menaikkan harga jual produknya agar untung.
"Harus ada profit. Sebenarnya sah saja Pertamina sebagai badan usaha menaikkan harga (gas nonsubsidi)," pungkas Gigih.