Saatnya Indonesia Jadi Acuan Harga Kakao!

Rahmat Hardiansya, Jurnalis
Rabu 01 Mei 2013 16:46 WIB
Ilustrasi. (Foto: PTPN XII)
Share :

MAKASSAR - Setelah Kontrak Berjangka Kakao diperdagangkan di Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Futures Exchange/JFX), 80 persen produksi biji kakao lokal telah diserap seluruhnya oleh industri pengolahan kakao dalam negeri.

Hal ini merupakan revolusi industri bagi Indonesia di mana kakao adalah satu-satunya komoditas yang telah banyak diekspor dalam bentuk setengah jadi atau telah diproses menjadi bubuk cokelat dan butter.

Harga kakao Indonesia naik dari Rp20.000 menjadi Rp22.500 sejak sejak diperdagangkan di JFX. Bahkan sempat mencatat rekor kenaikan hingga Rp24.000 pada September 2012. Kenaikan ini telah mengangkat pendapatan petani selama setahun terakhir dan membuat petani mendapatkan kepastian harga jual pada musim panen terdekat.

Namun sangat disayangkan, banyak pedagang kakao di Indonesia yang masih menggunakan harga bursa New York dan bursa London (price taker). Padahal Amerika dan Eropa bukanlah negara produsen kakao, melainkan pengonsumsi kakao terbesar didunia (bursa konsumen).

Direktur JFX, M Bihar Sakti Wibowo, mengatakan, sudah saatnya petani Indonesia menggunakan acuan harga kakao di JFX sebagai price maker.

"Meski tidak ada persentasenya, banyak pelaku kakao yang menggunakan harga acuan bursa luar negeri. Padahal, bursa konsumen selalu menghasilkan harga rendah. Padahal transaksi di bursa Indonesia lebih menguntungkan ," katanya di sela Cocoa Gathering Makassar yang digelar JFX di Hotel Grand Clarion, Makassar, Rabu (1/5/2013).

Dikatakan, transaksi di bursa luar beresiko ganda. Selain harga yang menggunakan mata uang dolar AS, fluktuasi mata uang juga cukup beresiko.

"Tapi saat ini minat bertransaksi di bursa Indonesia sudah mulai tumbuh seiring volume transaksi yang tinggi. Cuma memang belum seleruhnya. Misal di Malaysia, CPO saja 90 persen pelakunya adalah orang Indonesia. Kalau ini bisa ditarik, kan luar biasa," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Umum Askindo, Zulhefi Sikumbang, mengatakan, peran pemerintah dalam menguatkan industri dalam negeri sangat dibutuhkan.

Bahkan pihaknya bakal melayangkan surat ke kementrian agar mewajibkan idustri dalam negeri memperlihatkan transaksi aktif secara bulanan.

"JFX peluangnya sangat besar. Apalagi 80 persen industri saat ini adalah kepemilikan asing. Bisa saja 10 tahun ke depan 100 persen kepemilikan asing jika pemerintah tidak mengambil peran. Kami maunya, kami yang menentukan harga," tambahnya.

(Widi Agustian)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya