BALIKPAPAN - Dua tahun pemberlakuan moratorium sawit oleh pemerintah pusat dinilai telah merugikan kalangan pengusaha sawit Indonesia. Kebijakan ini justru memperlambat ekspansi sawit sehingga keunggulan Indonesia sebagai negara penghasil CPO terbesar di dunia dapat ditelikung oleh negara-negara lain seperti Malaysia.
Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (Gapsi) menolak tegas perpanjangan moratorium sawit yang sudah berlangsung sejak Mei 2011 lalu itu. “Kita tolak perpanjangan oratorium, sebab lebih banyak kerugian yang kita alami dibandingkan keuntungan dari moratorium,” ujar Juru Bicara Gapsi Topan dalam media gathering PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) di Balikpapan, Selasa (7/5/2013).
Moratorium muncul setelah adanya Letter of Inten (LoI) antara pemerintah Indonesia dengan Norwegia yang sepakat menghentikan kegiatan di hutan produksi dan lahan gambut.
"Dari kebijakan ini kita akan dapat USD1 miliar, namun hingga kini belum jelas apa yang diperoleh Indonesia. Jika dibandingkan dengan kerugian yang dialami perusahaan sawit yang pertumbuhan terhambat ini besar sekali potensi lose-nya,” tandasnya.
Pada Mei 2013 ini, moratorium tersebut akan berakhir namun aktivis lingkungan Green Peace telah melakukan kampanye antisawit Indonesia di sekitar pintu masuk kawasan Cikeas dengan memasang baliho raksasa.
”Mereka pasang baliho besar dua sisi dengan foto SBY. Sangat besar tulisan dan fotonya, yakni melanjutkan moratorium hutan merupakan jaminan bagi masa depan generasi. Iklan besar itu biar dilihat oleh SBY saat melintas,” katanya.
Moratorium ini diyakni akan jauh merugikan Indonesia karena Malaysia dapat menyodok poissi satu Indonesia sebagai penghasil CPO di dunia. Upaya penolakan ini, tambah Topan sudah dikomunikasikan ke berbagai pihak termasuk kalangan DPR dan diyakni moratorium tidak akan dilanjutkan.
Upaya yuridis formal dengan menggugat kebijakan moratorium belum pernah ditempuh. “Kita seperti itu belum pernah kita tempuh,” ujarnya.
(Widi Agustian)