JAKARTA - Rencana pemerintah untuk mengubah asumsi dasar untuk harga minyak mentah rata-rata (Indonesia Crude Price/ICP) sebesar USD108 per barel dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2013 dikritisi oleh Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Anggota Komisi VII DPR, Satya Widya Yudha mengkritisi usulan penetapan harga minyak mentah rata-rata. Menurut dia, penetapan ICP tidak boleh diproyeksikan secara moderat. Sebab, harga minyak internasional cenderung berfluktuatif dan mempengaruhi harga keekonomian minyak di dalam negeri.
"Kita kini menghadapi defisit anggaran. ICP USD108 per barel tersebut harus dipikirkan kembali. Harus ada simulasi harga yang baik jangan cuma melihat tren saja," ujar Satya di DPR RI, Jakarta, Selasa (28/5/2013)
Satya menegaskan, jika penghitungan ICP bisa meleset maka akan mempengaruhi subsidi anggaran Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi. Karena itu, dia mengharapkan agar penyesuaian ICP perlu kecermatan dalam penghitungan.
"Untuk itu pemerintah perlu hati-hati karena hal tersebut bisa membebani anggaran. Kita kan perlu menjaga defisit anggaran," tandasnya.
Seperti yang diketahui, Pemerintah mengajukan asumsi dasar Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (RAPBN-P) 2013 kepada DPR RI yaitu ICP USD 108 per barel, volume BBM bersubsidi sebesar 48 juta KL dan lifting migas sebesar 2.080 ribu BOEPD, terdiri dari lifting minyak 840 ribu BOEPD dan gas bumi 1.240 ribu BOEPD.
Untuk subsidi LPG 3 kg, pemerintah mengajukan 4,39 juta ton. Sementara subsidi Biodiesel, tetap Rp 3.000 per liter, Bioethanol Rp 3.500 per liter serta subsidi LGV tetap Rp 1.500.
Pemerintah juga mengajukan penambahan alpha BBM bersubsidi sebesar Rp 50 per liter. Sebelumnya dalam APBN 2013, ICP ditetapkan sebesar USD 100 per barel, lifting migas 2.260 ribu BOEPD, volume BBM bersubsidi 46 juta KL dan alpha BBM bersubsidi Rp 642,64 per liter. (wan)
(Widi Agustian)