JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengklaim pelemahan rupiah tidak berpengaruh terhadap perkembangan fiskal Indonesia. Karenanya, kebijakan Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter dianggap sudah sesuai.
Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengatakan, BI terlihat proaktif kepada perkembangan kondisi di pasar uang. Menurutnya, instrumen-instrumen yang dilakukan merupakan gagasan yang baik dan perlu didukung.
"Kalau fiskal sih sebenarnya relatif tidak terpengaruh, karena dolar Amerika Serikat (AS) dan rupiah itu kan sebenarnya di masing-masing penerimaan dan pengeluaran. Itu masuk di dua sisi," kata dia di kantornya, Jakarta, Jumat (19/7/2013).
Mahendra menjelaskan, dalam Fiskal tersebut ada penerimaan dari dolar AS, dan pengeluaran dari dolar AS. Serta sebaliknya, ada pengeluaran dari rupiah dan pendapatan dari rupiah.
"Persoalannya itu bagaimana rupiah dan dolar AS kita sebagai ekonomi, juga menjaga kondisi neraca berjalan atau current account kita tetap baik, bukan ke APBN. Kalau APBN, dengan APBN-Perubahan kemarin yang minyak (BBM) sudah naik, saya rasa sudah baiklah," katanya.
Selain itu, pelemahan rupiah bisa menjadi potensi ke imported inflation, lantaran harga komoditas global juga melemah. Dengan demikian, jika komoditas melemah dan rupiah turun, pada gilirannya harga belum tentu naik.
"Yang musti kita jaga tadi, salah satu sisi tadi itu karena pertanyaan tentang Rupiah terus seakan-akan mengganggu yang lain. mustinya tidak begitu. pertumbuhan itu bisa tetap jalan, inflasi bisa terjaga karena toh harga komoditas global sedang melemah, jadi tidak harus membuat kita autoreaksi lah ya," katanya.
(Martin Bagya Kertiyasa)