JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) membantah berita investigasi Associated Press (AP) yang menyebut terjadi praktik perbudakan terhadap anak buah kapal (ABK) Indonesia. Menurut penelusuran KPP dan beberapa lembaga terkait, tidak ditemukan praktik tersebut.
Direktur Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan (P2HP), Saut P Hutagalung, menegaskan, pihaknya tidak ditemukan kasus perbudakan di industri perikanan di Indonesia. Baik itu di usaha pembudidayaan ikan, penangkapan ikan dan pengolahan, maupun pemasaran hasil perikanan.
"Khusus di bidang pengolahan, tidak ditemukan kasus perbudakan di unit-unit pengolahan ikan (UPI). Bahkan, banyak UPI yang menerapkan ketentuan ketenagakerjaan di atas atau lebih tinggi dari standar yang dikeluarkan oleh Kementerian Tenaga Kerja," ujar Saut dalam keterangan tertulisnya, di Jakarta, Sabtu (28/3/2015).
Ia menjelaskan, seluruh UPI diwajibkan untuk memperoleh Sertifikat Kelayakan Pengolahan (SKP) atau Good Manufacture Practices-Standard Sanitary Operational Procedure. Sertifikat tersebut, antara lain, untuk mengatur perlengkapan kerja, kondisi tempat kerja, dan sudah sesuai dengan standar kompetensi kerja nasional Indonesia (SKKNI).
"Hal ini menegaskan investigasi AP bahwa telah terjadi perbudakan dan kerja paksa oleh kapal-kapal ikan Thailand yang dioperasikan PT Pusaka Benjina Resources di Benjina tidak terjadi di UPI yang beroperasi di wilayah Indonesia," imbuhnya.
Saut mengungkapkan, kapal-kapal asal Negeri Gajah Putih ini dioperasikan oleh perusahaan Indonesia yakni PT Pusaka Benjina Resources (PBR). Pasalnya, perusahaan tersebut memang bekerja untuk perusahaan Thailand.
(Fakhri Rezy)