JAKARTA – Ada sejumlah faktor yang membuat perumahan untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) menjadi mahal. Hal ini terutama dipicu faktor komponen rumah.
"Harga rumah ditentukan oleh komponen rumah seperti harga tanah, kemudian perizinan pembangunan, ketersedian infrastruktur, ketersediaan kredit, harga bangunan, dan biaya tenaga kerja dalam membangunnya," ujar Direktur Jenderal Pembiayaan Perumahan Kementerian PUPR Maurin Sitorus dalam acara Indonesia Banking Expo (IBEX) yang membahas "Program Satu Juta Rumah, di Ruang Cendrawasi, JCC, Kamis (10/9/2015).
Melihat hal-hal tersebut, pemerintah tidak menyerahkan rumah MBR sepenuhnya ke pasar. Untuk itu, pemerintah berikan KPR sejahtera untuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP)
"Jadi rumah untuk MBR tidak kami serahkan langsung pada mekanisme pasar. Kalau itu dilakukan, MBR akan semakin menurun dan kesulitan, karena peningkatan harga rumah dengan MBR semakin jauh. Kami akan kontrol dengan berikan FLPP," tuturnya.
Pengontrolan tersebut, Maurin jelaskan, misalnya untuk wilayah Jawa, harga rumah MBR 2015 ditetapkan dengan harga Rp110 juta dan untuk daerah kalimantan Rp120 juta. Penetapan harga tersebut dilakukan untuk mengontrol faktor komonen rumah yang terus meningkat.
"Ini kontrolnya. Pemerintah mengontrol dampak, dari harga tanah, perizinan, dan lainnya. Hal ini untuk melindungi MBR," ujarnya.
Oleh karena itu, Maurin menuturkan, pemerintah tidak bisa bekerja sendiri alias membutuhkan kerjasama dalam hal ini Pemerintah Daerah. Menurutnya, Pemda dapat memainkan peranan dalam mengendalaikan komponen rumah tersebut.
(Widi Agustian)