JAKARTA - Perundingan antara pemerintah dengan perusahaaan tambang raksasa asal Amerika Serikat, PT Freeport Indonesia (PTFI), masih alot.
Saat ini Freeport masih berstatus Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sementara. Izin tersebut dikantongi Freeport selama 8 bulan terhitung mulai 10 Februari hingga 10 Oktober 2017.
Dalam rentang waktu tersebut, Freeport harus menentukan pilihannya, menerima status IUPK atau tetap menyandang status Kontrak Karya (KK) hingga 2021 dengan konsekuensi Freeport dilarang ekspor konsentrat tanpa proses pemurnian. Dengan demikian, batas akhir negosiasi antara dua belah pihak makin dekat yaitu pada Oktober 2017.
Baca Juga: Formula Sedang Diracik, Sri Mulyani: Mohon Maaf Kemarin Bungkam soal Freeport
Akan tetapi, hingga saat ini Freeport masih bersikukuh dengan kehendak mereka, terkait dengan perpanjangan operasional, divestasi saham, dan stabilitas investasi. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan menegaskan bahwa Freeport hendaknya mengikuti aturan yang telah ditetapkan Pemerintah.
"Jangan dia yang ngatur lah kalau itu. Kita ini melindungi kepentingan dia, tapi negara ini jangan diatur-atur oleh orang lain, jangan maunya dia dong," ujarnya di Kantor Kementerian Keuangan, Selasa (15/8/2017).
Baca Juga: Temui Serikat Pekerja Internasional, Freeport Diminta Jelaskan PHK Karyawan di Tambang Grasberg
Hingga saat ini, kata Luhut, negosiasi antara pemerintah dengan Freeport masih terus berlanjut. Pembahasan berlangsung secara baik-baik, terkait juga pajak nail down yang saat ini terus dirundingkan oleh kedua belah pihak.
"Kalau maunya kita, sesuai aturan. Jangan didorong-dorong," tutup dia.
(Dani Jumadil Akhir)