Sri Mulyani: Dengarkan Keluhan Masyarakat, Penerimaan Pajak Tanpa Intimidasi!

Lidya Julita Sembiring, Jurnalis
Kamis 24 Agustus 2017 11:37 WIB
Ilustrasi: (Foto: Okezone)
Share :

YOGYAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan untuk menciptakan negara yang berkeadilan sosial maka masyarakat berhak mendapatkan hak menjadi manusia yang hidup sehat serta paripurna. Untuk menciptakan ini makan instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) menjadi salah satu yang diperlukan.

"APBN adalah instrumennya, salah satunya, memang dia instrumen tapi bukan satu-satunya, ada instrumen moneter di bawah Bank Sentral, ada kebijakan investasi, perdagangan, energi yangs emuanya di sektor riil, ada swasta ada BUMN dan faktor luar negeri, dan semuanya bisa saling mempengaruhi untuk menentukan apakah kita melakukan instrumen pada saat apa, dan melakukan apa, fiskal itu APBN," ungkapnya di UGM, Yogyakarta, Kamis (24/8/2017).

 Baca juga: Wih, DJP Usut Tuntas Penyelewengan Pajak Perusahaan Asing di RI

Menurutnya, kalau fiskal APBN menyederhanakan dalam 3 kelompok yakni penerimaan, belanja, dan pembiayaan. Tapi banyak orang yang melihat sepotong-sepotong, padahal APBN itu adalah pendapatan negara, dari perpajakan seperti pajak, bea cukai, PNBP, belanja negara mulai dari yang dikelola oleh bendahara umum negara mulai dari belanja pegawai pusat dan belanja daerah.

"Kalau belanja dengan pendapatan tidak sama, belanja lebih besar dari pendapatan maka akan punya defisit, di situlah pembiayaan, bahasan anda utang, utang itu sebagian dari pembiayaan. Kalau dari bahasanya yang canggih, APBN itu account, jadi kalau dilihat banyak yang sebut below the line itu adalah pembiayaan, kalau anda mau kelihatan keren bilang below the line," jelasnya.

 Baca juga: Belum Bayar Pajak Mobil Mewah, Pemiliknya Khilaf?

Sri Mulyani kembali menjelaskan untuk bisa melihat APBN sehat atau tidak maka harus melihat seluruh komponen yang ada di dalamnya. Baru bisa kita mengatakan bahwa itu kredibel, sehat, efisien atau tidak. Sehingga kalau bicara 3 komponen tersebut, akan dipertanyakan apa yang mempengaruhinya.

Menurut Menkeu, di RAPBN 2018 ini Indonesia proyeksikan asumsi makro yakni pertumbuhan ekonomi sebesar 5,4%, inflasi 3,5%, kurs rupiah Rp13.500, suku bunga SPN 3 bulan 5,3%. Sementara itu, penerimaan negara Rp1.874 triliun, belanja negara Rp2.204 triliun.

 Baca juga: Jangan Hanya Andalkan Keterbukaan Informasi, Kejar Pajak dengan Maksimalkan PPN

"Pendapatan negara ini terdiri dari pajak dan bukan pajak, dan karena belanja negara lebih besar maka kita punya defisit Ro325,9 tirliun, ini adalah utang, dan ada yang disebut keseimbangan primer Rp78,4 triliun," katanya.

"Kita mendesain bahwa APBN tidak menjadi shock, jadi memang defisit makin kecil tapi tidak dihilangkan, membuat ekonomi menjadi shock kalau langsung mengerem, kita tetap menjaga momentum ekonominya, tapi apakah APBN bahaya tidak juga, jika kita bandingkan dengan negara lain," imbuhnya.

Sementara itu, yang juga menjadi tantangan RI adalah target penerimaan pajak yang saat ini dikumpulkan 10,8% dari GDP dalam bentuk penerimaan pajak.

"Sekarang melakukan reform pajak, dan kita lihat saya belajar semua expert masalah pajak itu bagaimana, kita dengarkan keluhan mereka, menaikan penerimaan pajak tanpa membuat masyarakat diintimidasi, tapi negara yang tidak mampu mengumpulkan pajak maka tidak bisa disebut sebagai negara hadir, hadir itu tidak cuma datang contreng lalu absen, hadir itu memberikan solusi," tukasnya.

(Fakhri Rezy)

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya