DEPOK - Kestabilan nilai tukar rupiah masih menjadi dasar dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang sehat, berkesinambungan, seimbang dan inklusif. Bank Indonesia (BI) senantiasa menjaga kestabilan rupiah sesuai dengan fundamentalnya.
Demikian disampaikan oleh Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo ketika memberikan Orasi Ilmiah pada Dies Natalis 67 tahun Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI), Depok.
“Kita tidak ingin pembangunan yang kuat saat ini, tetapi esok bisa jatuh. Kita tidak ingin pembangunan yang membuat jarak antara yang kaya dan yang miskin semakin lebar jaraknya,” ujar Agus.
Dalam kebijakan moneter Agus Martowardojo menjelaskan bauran kebijakan yang dilakukan dalam menjaga inflasi yang terus membaik dalam beberapa tahun terakhir. “Kami mengharapkan Indonesia bisa masuk menjadi negara dengan inflasi rendah dan stabil,” ujarnya.
Agus menargetkan inflasi bisa diangka 3,5% pada 2018 mendatang. Saat ini, kata dia, inflasi di Indonesia masih jauh dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.
"Inflasi kita dalam enam tahun terakhir rata-rata 5,2%. Kalau dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya sudah di bawah 3%. Filipina contohnya. Tapi kalau dibandingkan inflasi kita pada 2013 ya lebih baik, karena saat itu mencapai 8,3%," ujarnya.
Baca Juga: Revolusi Ekonomi, Jokowi Singgung Mudahnya Pesan Hotel hingga Taksi Online
"Yang diutamakan kestabilan ekonomi. Presiden Jokowi menghapus subsidi BBM dan listrik serta dialihkan menjadi bantuan langsung. Ini sejalan dengan reformasi fiskal. Kami sepakat 2018 atau 2019 nanti inflasi di 3,5%," terangnya.
Dia menyatakan, secara umum kondisi ekonomi nasional membaik. Namun perlu adanya kewaspadaan. "Secara umum baik. Neraca perdagangan kita surplus USD1,7 miliar. Bulan lalu karena Lebaran, tapi sekarang karena menujukan ekspor baik, komoditi andalan kita membaik seperti kelapa sawit dan batu bara. Tapi mesti waspada siapa tahu harga-harga itu turun. Jangan lengah," tandasnya.
Agus mengungkapkan Indonesia harus mewaspadai ancaman global terhadap ekonomi. Ancaman utama adalah pembalikan modal atau capital reversal akibat kenaikan The Fed Fund Rate setelah ekonomi Amerika Serikat mengalami pemulihan. Selain itu, tutur Agus juga perlu diwaspadai bila The Fed mengurangi neraca (balance sheet) surat utang yang dapat mengakibatkan kenaikan nilai Dolar AS.
“Kita juga perlu mewaspadai penurunan kinerja perusahaan ritel, penurunan nilai tukar petani, penurunan pendapatan buruh. Kita harus mewaspadai ini dan perlu disikapi pada sisi fiskal,” ujarnya.
Baca Juga: Menko Darmin: Ini Momentum Kembangkan Ekonomi Digital
Dalam orasinya tentang 'Bauran Kebijakan Bank Indonesia: Menjaga Stabilitas, Mendorong Pertumbuhan' Agus dan Dekan FEB UI Prof Ari Kuncoro pun memberikan penghargaan Wiraprakarsa Adhitama kepada Rachmat Saleh (mantan Gubernur BI), Hans Kartika Hadi (tokoh akuntan publik), Harry Harmian Diah (pelopor asuransi di Indonesia).
"Diharapkan penghargaan ini akan menjadi inspirasi bagi generasi penerus FEB UI untuk terus menghasilkan ide-ide baru dan berusaha mewujudkannya," pungkasnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)