JAKARTA - Industri makanan dan minuman masih menjadi salah satu sektor andalan penopang pertumbuhan manufaktur dan ekonomi nasional pada tahun depan. Peran penting sektor strategis ini terlihat dari kontribusinya yang konsisten dan signfikan terhadap produk domestik bruto (PDB) industri non-migas serta peningkatan realisasi investasi.
“Untuk itu, pemerintah terus berupaya menjaga ketersediaan bahan baku yang dibutuhkan industri makanan dan minuman agar semakin produktif dan berdaya saing global. Apalagi, sektor ini basisnya nilai tambah sehingga proses hilirisasi perlu dijamin,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto seperti dikutip dari laman Kementerian Perindustrian.
Kemenperin mencatat, sumbangan industri makanan dan minuman kepada PDB industri non-migas mencapai 34,95% pada triwulan III tahun 2017. Hasil kinerja itu menjadikan sektor tersebut kontributor PDB industri terbesar dibanding subsektor lainnya.
Selain itu, capaian tersebut mengalami kenaikan 4% dibanding periode yang sama tahun 2016.Sedangkan, kontribusinya terhadap PDB nasional sebesar 6,21% pada triwulan III/2017 atau naik 3,85% dibanding periode yang sama tahun sebelumnya.
Sementara jika dilihat dari perkembangan realisasi investasi, sektor industri makanan dan minuman untuk penanaman modal dalam negeri (PMDN) triwulan III/2017 mencapai Rp27,92triliun atau meningkat sebesar 16,3% dibanding periode yang sama tahun 2016. Sedangkan, untuk penanaman modal asing (PMA) sebesar USD1,46 miliar.
Guna menjaga pertumbuhan sektor ini tetap tinggi, menurut Menperin, pihaknya terus mendorong pelaku industri makanan dan minuman nasional agar memanfaatkan potensi pasar dalam negeri. “Indonesia dengan memiliki jumlah penduduk sebanyak 258,7 juta orang, menjadi pangsa pasar yang sangat menjanjikan,” tuturnya.
Di samping itu, industri makanan dan minuman nasional semakin kompetitif karena jumlahnya cukup banyak. Tidak hanya meliputi perusahaan skala besar, tetapi juga telah menjangkau di tingkat kabupaten untuk kelas industri kecil dan menengah (IKM). “Bahkan, sebagian besar dari mereka sudah ada yang go international,” ungkap Airlangga.
Menperin pun menyatakan, pihaknya tengah memacu kinerja industri padat karya berorientasi ekspor. Untuk itu, Kemenperin mengusulkan penghitungan insentif fiskal berupa tax allowance berbasis pada jumlah penyerapan tenaga kerja. “Regulasi ini sedang dibahas dengan Kementerian Keuangan, kami berharap tahun ini peraturannya bisa keluar,” tegasnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)