JAKARTA - Perkembangan Financial technology alias Fintech di Indonesia terus mengalami peningkatan yang cukup pesat. Hal ini mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuat pengaturan bagi layanan perbankan digital ini.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan, hingga saat ini pengaturan Fintech tersebut dalam pembahasan. Draft pengaturan diharapkan selesai sebelum akhir 2017 atau Maret 2018.
"Target kita draftnya sudah ada di akhir tahun ini tapi kalau buat aturan harus komprehensif. Jadi kalau kita lihat di akhir tahun ini masih ada isu-isu yang perlu diatur lebih detail mungkin bisa waktunya bergeser ke Maret 2018," ujarnya usai mengikuti acara CORE Economi Outlook 2018, di Hotel JS Luwansa, Jakarta (Selasa 28/11/2017).
Baca juga: Digempur Industri Fintech, Perbankan Diminta Lebih Kreatif
Saat ini dikatakan Nurhaida, OJK terus melakukan kajian mengenai pengaturan fintech yang akan diberlakukan di Indonesia.
"OJK juga membuat brenchmarking (tolak ukur) dengan beberapa negara yang fintech-nya sudah lebih maju. Jadi memang karena ini berkembang dan dikatakan baru, masih ada banyak kajian,"imbuhnya.
Baca juga: Fintech Harus Bervolusi, Jadi Agen Bantuan Sosial ke Petani
Dalam pengaturan ini dikatakannya akan membuat keseimbangan antara fintech dengan sektor keuangan lainnya. Menurutnya fintech tak bisa bisa diatur secara sama seperti pada regulasi perbankan pasalnya itu akan membunuh pertumbuhan fintech.
"Balance-nya itu dalam artian seberapa jauh mengatur, apakah aturannya harus full seperti di perbankan atau risk management harus full apa gimana, karena semua itu kan ada yang harus di investasikan. Kalau disamakan dengan perbankan, sementara modal mereka belum terlalu besar itu artinya fintech tidak bisa berkembang,"paparnya.
Perkembangan fintech yang pesat dikatakan Nurhaida, setidaknya terlihat dari pertumbuhan peer to peer landing meningkat 344% dari tahun sebelumnya. Di mana jumlah pemberi pinjaman mencapai 60.000 orang, sedangkan jumlah peminjam mencapai 150.000 orang.
(Rizkie Fauzian)