JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melakukan pertemuan dengan Badan Pengawas Pemilu. Adapun pertemuan tersebut bertujuan untuk mendukung Pemilihan Kepala Daerah pada tahun 2018 mendatang.
Kepala PPATK Kiagus Ahmad Badaruddin mengatakan salah satu yang dibahas pada pertemuan tersebut adalah untuk mencegah politik uang yang selama ini masih sering terjadi. Selain itu, juga pertemuan tersebut membahas mengenai pencegahan kemungkinan adanya dana pencucian uang yang di berikan oleh individu maupun
"Adapun tujuan yang ingin dicapai adalah untuk menetapkan upaya atau langkah-langkah pencegahan dan pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)," ujarnya dalam acara Konfrensi pers di Kantor PPATK, Jakarta, Jumat (22/12/2017).
Menurut Kiagus, nantinya PPATK akan membantu mengawasi dana-dana kampanye yang masuk kepada calon pasangan kepala daerah melalui data-data riset yang dilakukan. Setelah itu data riset tersebut akan digunakan oleh Bawaslu untuk menindak pasangan yang melanggar.
"Kami mensepakati bahwa hasil riset sebelumnya yang telah diselenggarakan PPAT akan digunakan tim untuk memperkaya tugasnya. Intinya pertemuan ini akan mencoba saling bersinergi dalam rangka mewujudkan pemilihan kepala daerah secara jujur adil dan terbuka," jelasnya.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama, anggota Bawaslu Divisi Pengawasan dan Sosialisasi Fritz Edward Siregar mengatakan, dalam proses pengawasannya di lapangan, nantinya para calon diminta untuk melaporkan dana kampanye beserta investor kepada pihaknya. Setelah itu jika ditemukan ada yang janggal barulah dirinya melaporkan kepada PPATK untuk diselidiki lebih jauh jikalau ada hal-hal yang mencurigakan.
"Jadi nanti para Paslon suruh melaporkan dana kampanyenya. Kalau ada yang janggal baru kita laporkan ke PPATK," jelasnya.
Sebagai salah satu contohnya lanjut Fritz, jika ditemukan pasangan calon menerima dana untuk kampanye sebesar Rp 750 juta dari sebuah warung kecil, maka hal tersebut akan diselidiki lebih lanjut. Pasalnya hal tersebut sangat mencurigakan karena sangat tidak mungkin sebuah warung kecil mampu mendanai kampanye hingga Rp 750 juta kepada salah satu Paslon kepala daerah.
"Seperti salah satu pasangan calon diberikan bantuan dari warung kecil tapi Rp 750 juta. Apakah wajar warung kecil diberikan Rp 750 juta itu kan harus diselidiki. Apakah dana benar atau hasil pencucian uang," jelasnya.
(Fakhri Rezy)