JAKARTA - Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2017 tentang penambahan penyertaan modal negara ke PT Inalum (Persero) sebagai dasar pembentukan Holding BUMN Pertambangan telah terbit. Namun, belum segenap holding BUMN pertambangan jalan, aturan holding ini digugat.
Koalisi Masyarakat Sipil akan segera menggugat holding sektor pertambangan yang telah dibentuk sejak 28 November 2017 melalui Peraturan Pemerintah (PP) No 47 Tahun 2017.
Salah seorang inisiator penggugat yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil yakni Ahmad Redi menjelaskan bahwa PP No 47 tersebut melanggar ketentuan Undang-Undang (UU) BUMN dan UU Keuangan Negara, sehingga tidak sesuai dengan tujuan Undang-Undang Dasar (UUD 45) pasal 33 ayat 2 dan 3.
“PP 47 ini bertentangan dengan peraturan yang ada. Dia mengalihkan saham tanpa melalui persetujuan DPR yang seharusnya berperan sebagai fungsi pengawas BUMN. Karena itu kita akan gugat ke Mahkamah Agung (MA) pada minggu pertama Januari 2018 ini. Draf materinya sudah kita susun,” kata Ahmad Redi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (2/1/2018).
Baca Juga: Masuk Tahap Finalisasi, Realisasi Holding Perbankan Bisa Lebih Cepat dari Target
Sebagaimana diketahui kebijakan holding tambang tersebut mengalihkan saham seri B yang terdiri atas PT Aneka Tambang (Antam) Tbk sebesar 65%, PT Bukit Asam (PT BA) Tbk sebesar 65,02%, PT Timah Tbk sebesar 65%, serta 9,36% saham PT Freeport Indonesia yang dimiliki pemerintah kepada PT Inalum (Persero).
Artinya dengan penguasaan saham manyoritas yang dimiliki pemeritah pada Antam, PT BA, PT Timah dan dialihkan atau diberikan kepada PT Inalum sebagai bentuk penyertaan modal, maka ketiga dari perusahaan tersebut menjadi anak perusahaan PT Inalum.
Konsekuensinya jelas Ahmad Redi, ketiga perusahaan yakin PTBA, Antam dan Timah yang tadinya merupakan perusahaan BUMN (berdiri sendiri karena sahamnya secara langsung dimiliki oleh pemerintah) dan memiliki tugas pengabdian sosial / public Service Obligation (PSO), sekarang bukan lagi BUMN dan tidak lagi memiliki kewajiban PSO sejak sahamnya dialihkan ke Inalum.
“Perlu dipahami, anak BUMN bukan lagi BUMN, sehingga dia tidak lagi memiliki kewajiban PSO. Tentu ini sangat merugikan publik,” jelasnya.
Baca Juga: Akuisisi PGN demi Holding Migas, Ini Penjelasan Dirut Pertamina
Tidak hanya itu, karena dia bukan lagi perusahaan BUMN maka ketiga perusahaan tersebut terhindar dari pengawasan Badan Pemeriksa Keuangan Negara (BPK) dan Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"KPK enggak bisa masuk, BPK juga nggak bisa masuk, tentu ini sangat rentan terjadi penyimpangan. Kita akan segera gugat, legal standing kita jelas secara hukum,” Imbuh dia.
Baca Juga: Komisi VII: Holding BUMN Migas Tunggu RUU Selesai
Untuk diketahui, selain Ahmad Redi, beberapa tokoh dan lembaga yang telah bergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil untuk menggugat PP No 47 di antranya terdapat Pengamat Kebijakan Publik yakni Agus Pambagio, Ketua Departemen Riset Teknologi dan Energi Sumber Daya Mineral KAHMI yaitu Lukman Malanuang, Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) dan beberapa lembaga lainnya.
Ahmad Redi menyampaikan bahwasanya Koalisi Masyarakat Sipil bersikap terbuka bagi pihak siapa saja yang ingin berpartisipasi bergabung menggugat PP No 47 Tahun 2017 yang dinilai merugikan bagi negara.
(Dani Jumadil Akhir)