JAKARTA - Bank Indonesia menyatakan penguatan fundamental ekonomi dan reformasi struktural menjadi kunci untuk menjaga stabilitas domestik dari risiko eksternal tahun ini seperti rencana kenaikan suku bunga dan normalisasi pengurangan neraca The Federal Reserve.
Gubernur BI Agus Martowardojo mengatakan, pihaknya juga tidak akan segan-segan menyesuaikan kebijakan suku bunga acuan dan nilai tukar jika derasnya tekanan eksternal mengharuskan perubahan kebijakan itu.
"Kalau ekonomi fundamental kita kuat, tentu kita tidak perlu melakukan penyesuaian di bidang suku bunga acuan atau nilai tukar," ujar dia usai jumpa pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) di Jakarta, Selasa (23/1/2018).
"Tetapi apabila situasi mengharuskan kita akan melihat kemungkinan itu tergantung dengan kondisi data yang akan ada ketika melakukan penilaian," tambah Mantan Menteri Keuangan itu.
KSSK, selain Gubernur BI, beranggotakan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso, dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) Halim Alamsyah.
Baca Juga: BI Tahan Suku Bunga Jadi Stimulus Pertumbuhan Ekonomi
Sri Mulyani menjelaskan risiko eksternal lain yang bisa memengaruhi stabilitas ekonomi adalah moderasi pertumbuhan ekonomi China serta dinamika konflik geopolitik di berbagai wilayah.
Dari sisi domestik, tantangan timbul dari kenaikan harga minyak dunia terhadap laju inflasi atau subsidi, aliran dana nonresiden pada pasar keuangan dan tingkat permintaan kredit yang belum sepenuhnya pulih.
"Kemudian, persepsi pasar terhadap kondisi politik menjelang Pilkada serentak pada 2018 dan Pilpres 2019 serta perkembangan mata uang virtual 'cryptocurrency' termasuk bitcoin," tambah Sri Mulyani.
Baca Juga: BI Kembali Tahan Suku Bunga Acuan di 4,25%
Sementara, Wimboh melihat kemungkinan pertumbuhan ekonomi akan lebih tinggi pada 2018 dibanding perkiraan 2017. Hal itu karena meningkatnya kontribusi pembiayaan industri perbankan ke perekonomian.
Penyaluran kredit perbankan akan meningkat karena tekanan dari rasio kredit bermasalah berkurang dan konsumsi domestik akan membaik. OJK memperkirakan pertumbuhan kredit 2018 sebesar 12,2% sesuai Rencana Bisnis Bank (RBB), dibanding realisasi 2017 yang diperkirakan pada kisaran delapan%.
KSSK menjamin sinergi kebijakan dan reformasi struktural yang diperlukan untuk memelihara dan mengantisipasi stabilitas sistem keuangan dalam mendukung kesinambungan pertumbuhan ekonomi.
(Martin Bagya Kertiyasa)