JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Agama berencana memotong 2,5% gaji para Aparatur Sipil Negara (ASN) muslim untuk membayar zakat. Dengan cara seperti itu diharapkan pemanfaatnya serta penarikannya bisa lebih besar dan maksimal.
Pengamat Ekonomi Institute for Development Economics And Finance (Indef), Abra Talattov, menilai pemerintah harus berhati-hati dalam mengatur pemotongan gaji PNS untuk membayar zakat. Pasalnya jika tidak berhati-hati wacana tersebut bisa saja berpengaruh terhadap perekonomian khususnya daya beli.
Menurut Abra, adanya pemotongan gaji untuk zakat akan berpengaruh terhadap pendapatan dari PNS. Hal tersebut berakibat kepada pengeluaran PNS yang berkurang dan berakibat kepada tertahannya spending yang berasal dari pegawai negara.
"Jadi alokasi belanjanya akan berkurang karena ada aturannya untuk bayar zakat. Ini orang pendapatannya akan berkurang. Jadi daya beli bagi PNS akan berkurang tentunya," jelasnya saat dihubungi Okezone.
Baca Juga: Gaji 3,5 Juta PNS Se-Indonesia Akan Dipotong untuk Zakat
Apalagi, lanjut Abra, saat ini banyak sekali PNS baru yang notabennya merupakan golongan bawah. Sehingga hal tersebut akan berpengaruh besar terhadap daya beli.
"Mayoritas PNS ada digolongkan berapa kemungkinan saya ada di golongan empat. Gajinya berapa, kebutuhan mereka berapa kreditnya berapa pada akhirnya tidak akan cukup," jelasnya.
Baca juga: BKN: Jangan Sampai Anggaran Rapat dan Perjalanan Dinas Lebih Besar dari Inti Pelayanan
Oleh karenanya, pemerintah seharusnya mengkaji secara benar mengenai wacana pemotongan gaji untuk zakat tersebut. Selain itu, pemerintah juga harus menyediakan terlebih dahulu peraturan dan skemanya, agar benar-benar bisa jalan tanpa menimbulkan konflik dan polemik.
"Secara psikologis banyak PNS yang mengeluh menolak karena memang harusnya pemerintah membuat dulu kajian kemudian uji publik terutama para pns baik pusat maupun pemerintah.Terus juga apakah skemanya gimana apakah diwajibkan atau sukarela," ucapnya.
(Martin Bagya Kertiyasa)