Selain produktivitas yang terus membaik, kinerja keuangan yang positif ini juga didorong oleh kenaikan harga rata-rata penjualan CPO pada 2017 yang naik sebesar 6,5% dari Rp7.768 per kg pada 2016 menjadi Rp8.271 per kg pada 2017.
Menurut Santosa, perseroan tetap menjalankan program-program efisiensi di seluruh lini operasional. Langkah ini juga memberikan dampak positif secara keuangan sehingga Astra Agro dapat menghasilkan laba operasional 2017 sebesar Rp3,0 triliun, tumbuh 14,8% di bandingkan tahun sebelumnya.
Perseroan tetap optimistis sektor perkebunan kelapa sawit akan terus tumbuh positif. Astra Agro juga terus melakukan inovasi untuk meningkatkan produktivitas dan melakukan diversifikasi usaha yang masih terkait dengan usaha utama perseroan.
Selain fokus di sektor perkebunan kelapa sawit, perseroan terus mengembangkan usaha produk hilir sawit, pengoperasian pabrik percampuran pupuk NPK (fertilizer blending plant), serta integrasi sawit-sapi.
Sementara itu, Wakil Presiden Direktur PT Astra Agro Lestari Joko Supriyono berharap, In dia menurunkan tarif impor CPO. “Pemerintah kita terus melakukan negosiasi dengan In dia agar tarif tinggi yang diterapkan tidak berlangsung dalam jangka waktu yang lama,” ujar Joko Supriyono yang juga Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) ini.
Menurut dia, Indonesia memiliki pasar alternatif baik itu ke Pakistan, Bangladesh, dan Afrika. Karena itu, Indonesia harus melakukan diversifikasi pasar ekspor CPO.
Hal ini perlu dilakukan menyusul adanya hambatan ekspor yang dilakukan oleh negara tujuan ekspor. Seperti yang dilakukan China dan India yang menaikkan tarif impor CPO.
“Eropa selama ini ngancam-ngancam terus, tapi sebenarnya volume ekspor kita ke Eropa terus meningkat. Pemerintah kita terus melakukan lobi Eropa. Ki ta sih berharap pelarangan itu bisa ditunda atau bahkan di hilang kan,” katanya.
(Sudarsono)
(Martin Bagya Kertiyasa)