JAKARTA – PT Bahana TCW Investment Management memperkirakan pada kuartal IV/ 2018 tekanan terhadap pasar finansial di sejumlah negara berkembang, termasuk Indonesia berangsur mereda.
Hal ini tampak dari arus modal yang kembali masuk ke pasar obligasi maupun saham. Sepanjang pekan lalu, arus modal asing tercatat beli bersih (net buy) Rp1,3 triliun di pasar saham. Sementara di pasar obligasi arus modal Rp5,86 triliun. Adapun mata uang rupiah menguat sebesar 1,72% terhadap dolar Amerika Serikat (A S) selama pekan lalu, dengan berada di level 14.955 di pasar spot pada Jumat (2/11/2018) lalu.
Direktur Strategi Investasi dan Kepala Makroekonomi Bahana TCW Investment Management , Budi Hikmat mengatakan, arus modal asing kembali masuk (capital inf low) karena sentimen investor terhadap negara berkembang menjadi lebih baik dan valuasi pasar negara berkembang sudah murah.
Baca Juga: Perusahaan Belanda Ini Jajaki Teknologi Internet Nirkabel Berbasis Cahaya di RI
“Investor masih yakin akan fundamental ekonomi Indonesia yang stabil. Meski terseret sentimen negatif, sebagai negara berkembang, Indonesia menunjukkan indikator ekonomi yang relatif kuat,” kata Budi dalam risetnya di Jakarta, Senin (5/11/2018).
Menurut dia, penerimaan pajak hingga September 2018 lalu tumbuh 17% yang menunjukkan pemerintah masih mampu membiayai anggaran negara secara internal. Selain itu, data domestik seperti penjualan mobil dan motor membaik.
Kredit perbankan hingga September 2018 tumbuh 12,6% dibandingkan periode sama tahun lalu. Kemudian valuasi Indonesia telah dianggap murah karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) telah terkoreksi 7,07% sejak awal tahun (year to date/ ytd). Sementara yield obligasi mencapai 8,29% per tahun, yang artinya investor bisa memperoleh return di obligasi sebesar 8,29% per tahun.
“Koreksi di pasar saham yang cukup dalam membuat valuasi IHSG dan saham menjadi menarik. Investor pun mulai kembali untuk masuk ke pasar saham dan obligasi,” ujar Budi.
Di sisi lain, mata uang rupiah terus menguat terhadap dolar AS tertopang dari harga minyak yang melemah sehingga meringankan biaya impor minyak. Rupiah juga menguat dengan sentimen positif akan resolusi dari konflik dagang AS dengan China, meski tidak sepenuhnya bisa memberi keyakinan pada pasar sebelum terealisasi.
Mengutip Reuters, dua pemimpin negara adikuasa tersebut, yaitu Trump dan Xi, akan bertemu di sela pertemuan para pemimpin G20 untuk membahas perang dagang pada akhir November di Buenos Aires, Argentina.
Baca Juga: Sambangi MNC Media, Dubes Pardede Promosikan Potensi Investasi dan Wisata Tanzania
“Namun, defisit neraca minyak tetap menjadi masalah utama dari defisit neraca dagang alias current account deficit (CAD). Langkah pemerintah untuk implementasi B20 sebagai bahan bakar alternatif harus segera di implementasikan,” ujarnya.
Senior Analyst CASA COS A Research Institute Reza Priyambada menambahkan, sentimen dari dirilisnya laporan keuangan sejumlah emiten dan masih adanya berita positif terkait aksi korporasi emiten didukung menguatnya laju rupiah cukup membantu IHSG kembali ke zona hijau setelah mengalami pelemahan.
“Pergerakan IHSG pada pekan kemarin menguat 2,10% atau lebih tinggi dari pekan sebelumnya yang melemah 0,90%,” kata Reza.
(Heru Febrianto)
(Kurniasih Miftakhul Jannah)