Di beberapa negara, para orang kaya memiliki penanganan khusus. Misalnya, untuk menangani pengusaha yang melakukan agressive tax planning, pemerintah membuat unit khusus untuk mereka.
Secara umum, menurut dia, pajak atas kekayaan di Indonesia pada prinsipnya terbagi ke dalam beberapa jenis. Misalnya saja ketika kekayaan itu ditahan, bisa dikenai pajak seperti Pajak Bumi dan Bangunan. Lalu pajak ketika aset itu diberikan tanpa transaksi seperti warisan atau hibah.
"Tapi kalau warisan dan hibah kan enggak dikenai pajak, padahal akumulasi kekayaan antar generasinya kan meningkat," ujarnya.
Selain itu adalah pajak ketika suatu aset dijual dan memperoleh nilai tambah. Namun, tidak semua transaksi di Indonesia mengenal capital gain tax melainkan final tax.
"Harusnya kalau nilainya naik harusnya pajak nambah, tapi kan tidak mencermati gain yang sebenarnya. Kalau final tarifnya relatif lebih kecil karena melihat harga terakhir," ujarnya.
Forbes baru-baru ini merilis enam dari sepuluh orang terkaya di Indonesia mengalami peningkatan kekayaan dibandingkan tahun lalu, termasuk Hartono bersaudara yang sudah menempati peringkat terkaya selama sepuluh tahun terakhir.
Tahun ini, total kekayaan Hartono bersaudara tercatat sebesar USD35 miliar, di mana sekitar 70% dari total kekayaannya berasal dari Bank Central Asia. Sementara itu, Susilo Wonowidjojo naik ke posisi dua dengan kekayaan sebesar USD9,2 miliar akibat meningkatnya harga saham perusahaan rokok Gudang Garam.
Pada peringkat ketiga versi Forbes, pendiri Sinar Mas, Eka Tjipta Widjaja, yang tahun ini kekayaannya berkurang sebesar USD500 juta menjadi USD8,6 miliar. Di posisi keempat Sri Prakash Lohia naik menjadi orang terkaya keempat dengan total kekayaan sebesar USD7,5 miliar seiring dengan peningkatan nilai saham Indorama Ventures, perusahaan petrokimia yang terdaftar di bursa Thailand.
(Dani Jumadil Akhir)