JAKARTA - Presiden Joko Widodo bersama dengan Menteri Kordinator Bidang Perekonomian memutuskan untuk meleburkan kepemimpinan Badan Pengelola Batam (BP Batam) dengan Pemerintah Kota Batam dan menjadikan Walikota Batam sebagai ex officio BP Batam. Ombudsman menilai peleburan tersebut tidak bisa dilakukan tidak terburu-buru.
Anggota Ombudsman La Ode Ida mengatakan, saat ini situasi serta kondisi belum tepat sehingga dia meminta Presiden tidak mengeluarkan kebijakan strategis secara tergesa-gesa.
Baca Juga: BP Batam Tak Jadi Bubar, Ini Penjelasan Menko Darmin
"Sebaiknya tidak tergesa-gesa terkait persoalan dualisme yang disebutkan dalam tubuh BP Batam. Tidak bagus rasanya kebijakan diputuskan dalam situasi dan kondisi yang harus dikaji lebih dalam itu," jelas La Ode Ida, Kamis (20/12/2018).
Sepanjang penelitian yang dilakukan oleh Ombudsman RI di tahun 2016 tidak ditemukan faktor dualisme yang menyebabkan penanganan serta performa BP Batam menjadi tidak lebih baik saat itu. Justru yang ditemukan adalah ketidakpuasan pihak pemerintah kota Batam dan pergantian pimpinan BP Batam yang dianggap kaku dan tidak memahami budaya yang sudah ada di BP Batam, lanjut La Ode Ida.
Otorita Batam yang digagas di era kepresidenan Soeharto, dimana BJ Habibie sebagai inisiatornya, dibentuk berdasarkan PP No.74 Tahun 1971 serta Keppres No.41 Tahun 1973. Sebagai kawasan investasi dan daerah industri terkemuka di Asia Pasifik.
Menurut La Ode Ida, BP Batam sebagai lembaga yang berwatak Parastatal memiliki posisi yang setara dengan Kementerian Kelembagaan di mana sumber keuangannya dari APBN dengan jalur pengawasan politiknya oleh Komisi VI DPR RI. Jadi dapat saja BP Batam dikoordinasikan dengan Walikota Batam namun butuh catatan khusus yang ketat serta watak yang benar benar dapat dipertanggungjawabkan karena Walikota di bawah langsung oleh Presiden.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)