JAKARTA – Indeks harga saham gabungan (IHSG) pada pekan pertama tahun 2019 ini masih akan dipengaruhi oleh situasi ekonomi global seperti perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China.
Namun, sejumlah analis masih optimistis IHSG akan kembali ke level 6.500 hingga tembus 6.700. IHSG ditutup menguat pada akhir perdagangan 2018. Akhir pekan lalu IHSG ditutup pada level 6.194,50 atau menguat 0,06% dibanding hari sebelumnya. Dalam sepekan terakhir indeks saham naik 0,5%. Pada penutupan perdagangan di pasar modal akhir pekan lalu investor asing juga mencatatkan beli bersih (net buy) sebesar Rp857,07 miliar. Aksi beli ini lanjutan dari hari sebelumnya. Dengan demikian, dalam sepekan total net buy investor asing mencapai Rp890,75 miliar.
Baca Juga: IHSG Akhir Tahun 6.194, Presiden Jokowi: Sesuai Target
Senior Advisor CSA Research Institute Reza Priyambada mengatakan, pergerakan IHSG sepanjang 2018 tidak dipungkiri terimbas oleh berbagai sentimen, baik dari dalam maupun global, tetapi tampaknya IHSG lebih banyak terpengaruh oleh sentimen global. Hingga akhir November 2018 IHSG justru tercatat turun sebanyak 4,71% secara year on year (YoY). Sentimen dari global, terutama dari AS, memengaruhi seluruh bursa saham global. Tak terkecuali IHSG yang turut terpengaruh sentimen global tersebut.
Beberapa sentimen utama yang memengaruhi pergerakan IHSG di antaranya keputusan The Fed yang telah menaikkan suku bunga acuannya, berbagai komentar mau pun cuitan Twitter Presiden Trump dalam menanggapi pemerintahan maupun kondisi ekonomi AS, masih ada potensi perang dagang antara AS dan China, hingga kondisi di Uni Eropa. Sementara kondisi di dalam negeri relatif masih terjaga atau dalam arti tidaklah terlalu buruk meski juga dibarengi dengan rilis negatif dari tercatatnya defisit neraca pembayaran dan perdagangan hingga melemahnya nilai tukar rupiah.
Adapun berbagai kondisi internal tersebut dapat dikatakan merupakan imbas dari global. Imbas dari global tersebut memengaruhi pergerakan dari nilai tukar rupiah yang berujung pada pelemahan. Selain itu, banyak komentar negatif terkait dengan pengelolaan ekonomi Indonesia dimana masih terdapat defisit neraca dan penambahan utang juga turut memengaruhi pergerakan IHSG. Padahal, kata dia, terjadinya defisit neraca perdagangan dan pembayaran tersebut juga disebabkan konsumsi masyarakat Indonesia yang lebih banyak menggunakan barang-barang impor dan masih besarnya ketergantungan ekspor Indonesia pada barang-barang mentah, baik berupa minyak dan gas bumi (migas) maupun berupa bahan bakar mineral dan minyak yang berasal dari hewan maupun tumbuhan.
“Di tahun 2019 dengan asumsi adanya pertumbuhan moderat 5-9%, maka IHSG pun dimungkinkan akan mencapai level 6.500 hingga 6.700. IHSG 7.000 mungkinkah? Mungkin iya, mungkin tidak! Hal itu akan kembali lagi ke berbagai sentimen yang akan muncul di tahun depan,” kata Reza. Sebagai catatan, setiap kali level IHSG selalu ditargetkan terlalu optimistis, menurut Reza, belum tentu mencapai target. Karena itu, pelaku pasar harus fleksibel dengan sentimen yang ada. Dia mengatakan, penguatan indeks saham di hari terakhir perdagangan pada 2018 terbantu penguatan bursa saham Amerika Serikat di hari sebelumnya.
Dow Jones Industrial Average (DJIA) naik 1,14% di perdagangan Kamis (27/12) meskipun IHSG hanya menguat tipis. Reza menilai kondisi ini menggambarkan besarnya tarik-menarik antara volume beli dan jual. “Sebagian pelaku pasar melakukan aksi jual setelah indeks menguat tipis di Kamis. Tapi, sebagian pelaku pasar lain melakukan aksi beli dengan harapan ada kenaikan di awal tahun,” paparnya. Reza juga yakin IHSG akan bergerak menguat pada pekan depan. Pergerakan IHSG akan di bayangi sentimen inflasi dan berita-berita emiten terkait dengan rencana aksi korporasi pada 2019.
Dia memperkirakan IHSG bergerak di rentang support 6.145 hingga 6.168. Sementara resistance akan berada di kisaran 6.215 hingga 6.237. Menurutnya, saat ini momen penguatan sudah berkurang jika melihat tren kenaikan IHSG yang telah terjadi sejak awal Oktober 2018 pada saat IHSG berada di level 5.670-5.756. “Sentimen global juga tampaknya kurang mendukung, ditambah dengan sentimen The Fed dan ancaman government shut down di AS. Akan tetapi, bisa juga sebaliknya di mana IHSG mengesampingkan semua hal tersebut seperti yang terjadi di tahun lalu,” pungkasnya.
Sementara itu, analis Binaartha Sekuritas Muhammad Nafan Aji Gusta Utama berpendapat, IHSG akan berada di zona hijau pada awal pekan 2019. “Pergerakan IHSG akan di pengaruhi pelemahan harga komoditas dan government shut down AS,” paparnya. Di pekan pertama Januari 2019, Nafan memperkirakan IHSG akan menguat dan bergerak antara support dan resistance masing-masing di level 6.140 hingga 6.240.
(Heru Febrianto)
(Kurniasih Miftakhul Jannah)