Dia menilai jika mau merealisasikan rencana tersebut maka harus dibuatkan jalur khusus yang tidak memanfaatkan bahu jalan dan berbarengan dengan jalan tol bagi kendaraan roda empat. “Tapi saya kira ini investasi yang berat, mengingat pengembalian keuntungannya juga berisiko bagi investor,” ungkapnya. Masyarakat pengguna roda dua pun diprediksi akan sulit menerima jika tarifnya dirasa memberatkan. “Taruhlah itu per kilometer itu lima ratus rupiah. Saya kira susah juga bagi investor. Sementara juga susah lagi kalau terlalu mahal,” pungkas dia. Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Tulus Abadi menilai wacana ini kontraproduktif dan tidak patut dikemukakan. Selain itu, aspek keselamatan dalam berkendaraan sepeda motor juga harus diperhatikan. “Jangankan di jalan tol, sepeda motor di jalan umum saja harus ekstra hati-hati, apalagi masuk jalan tol,” ujarnya.
Rencana Pendukung
Pendiri dan instruktur Jakarta Defensive Driving Center Jusri Pulubuhu mengatakan, pemerintah harus menyiapkan rencana pendukung apabila usulan motor diizinkan masuk jalan tol direalisasikan. Persiapan itu perlu dilakukan agar realisasi itu tidak kontra produktif atau membahayakan pengguna jalan. Menurut dia, akan sangat berbahaya jika pemerintah ngotot menerapkan kebijakan itu seperti di luar negeri yang membebaskan motor jenis apa pun masuk jalan tol. Dia mengatakan hal itu tidak akan berjalan dengan baik jika dilakukan di Indonesia.
Baca Juga: Bangun Tol di Atas Laut Kalimantan Telan Biaya Rp10 Triliun
“Salah satu peraturan pendukung yang bisa dipertimbangkan itu adalah diferensiasi surat izin mengemudi (SIM). Peraturan ini akan memudahkan pihak kepolisian dalam mengidentifikasi motor yang memang diizinkan masuk jalan tol,” ujarnya. Motor yang masuk jalan tol pun harus dibedakan antara motor bersilinder besar dan motor silinder kecil. Motor silinder kecil menurutnya bisa masuk ke jalan tol dengan jarak tempuh pendek. Sebaliknya motor bersilinder besar bisa masuk jalan tol dengan jarak tempuh yang panjang. “Pengaruh angin samping itu akan sangat berbahaya buat motor kecil. Selain itu, pemilik motor besar juga harus melakukan berbagai sertifikasi selain mendapatkan SIM yang sesuai agar bisa masuk ke jalan tol,” ujarnya.
Selain itu, Jusri mengingatkan pentingnya perbaikan mental berkendara orang Indonesia sebelum izin motor masuk tol terealisasi. “Cara kita berkendara di jalan raya tidak disiplin sehingga kita tidak bisa membandingkan kenapa pengguna sepeda motor di luar negeri bisa masuk tol, sedangkan di sini tidak,” kata Jusri. Terakhir Jusri mengatakan, kalaupun motor ingin diperbolehkan masuk tol, penerapannya sebaiknya dilakukan seperti di Jembatan Suramadu, Surabaya ataupun Jembatan Bali Mandara, Bali. Di sana, ada pemisahan antara jalur kendaraan roda empat ke atas dan kendaraan roda dua.
“Dengan adanya pemisahan itu maka dari aspek keamanan, khususnya pengguna roda empat jauh, lebih aman. Tidak bercampur. Jadi kualitas safetynya lebih bagus daripada yang bergabung,” pungkas Jusri.
(Dita Angga/Wahyu Sibarani/Ichsan Amin/Oktiani Endarwati)
(Kurniasih Miftakhul Jannah)