Startup Global Berjaket Lokal

Koran SINDO, Jurnalis
Minggu 10 Februari 2019 13:30 WIB
Ilustrasi: Shutterstock
Share :

Sekretaris Jenderal (Sekjen) Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Firdaus menjelaskan, totalitas digitalisasi kehidupan sudah tidak dapat lagi dibendung. Startup butuh mitra ekspose tepercaya sehingga media mainstream menjadi pilihan. Hal yang harus tetap dilakukan ialah kerja keras agar nilai-nilai jurnalistik tetap mendapat tempat di era digital.

Firdaus yakin, media mainstream akan terus eksis. Sebab realitas bahwa manusia tidak akan bisa dipisahkan dari kebutuhan informasi membuat media massa itu akan terus hadir dari segala bentuk dan nilainilainya. “Tuntutan adaptasi dengan dunia digital tak mungkin lagi dihindarkan. Harus menyesuaikan dengan tantangan dan kebutuhan,” ujarnya.

Sekjen Serikat Perusahaan Pers (SPS) Pusat Asmono Wikan juga menilai baik investasi perusahaan digital kepada media massa.

Diharapkan hal itu tidak mengubah, tetapi justru memperkuat. “Jangan sampai nanti malah berubah menjadi startup ecommerce ,” ujarnya. Sebagai bagian dari media cetak yang sudah diprediksi bakal tutup, Asmono mengatakan, tidak akan ada yang dapat memastikan usia media cetak.

Meskipun nantinya jumlah halaman di media cetak semakin sedikit, kualitas jurnalisme di dalamnya tidak akan punah. “Ini malah dapat menjadi pembuktian kepada publik bahwa kualitas jurnalisme media cetak lebih terjamin. Digital tidak membunuh koran, hanya menyudutkan, tetapi membuat pelaku media cetak berkreativitas lebih,” ungkapnya bersemangat. Proteksi dari pemerintah, diakui Asmono, tidak ada. Namun sejumlah pelaku media cetak tidak ingin mengemis kepada pemerintah untuk meringankan pajak misalnya.

Mereka hanya ingin kompetisi yang adil dengan sesama kompetitor, khususnya platform asing. SPS meminta pemerintah tidak memberi ruang keleluasaan bagi platform asing dengan tidak membayar pajak. “Padahal platform sudah mengambil konten kami, harusnya diberlakukan pajak yang sesuai. Atau pajak dari mereka dapat juga digunakan untuk membantu jurnalisme di Tanah Air,” jelasnya. Pajak yang dibayarkan para platform asing seperti Google, Youtube, Facebook, Instagram, Twitter dan lainnya dapat dikembalikan kepada masyarakat melalui sisi pers.

Asmono menginginkan, pajak tersebut dapat dipakai untuk membangun iklim pers yang lebih sehat. Dapat juga digunakan untuk mencari model bisnis baru pada media mainstream. “Bisa juga beberapa persen dari pajak platform digunakan atau ditukar dengan edukasi kepada media mainstream di Indonesia. Saling bersinergi, sebab mereka juga mengambil konten dari kami, mereka juga harus turut membantu mencetak SDM,” sebutnya.

Daniel Tumiwa, pengamat digital menilai, semua berhak untuk berinvestasi ke berbagai sektor, termasuk media massa.

Terlebih di dunia digital berbasis internet yang dapat diakses di mana pun. Platform media massa berisi informasi dari seluruh media. Kini tidak harus menjadi perusahaan media massa untuk menyediakan berita. “Sama seperti GoFood, mereka tidak terjun langsung ke restorannya. Grab juga demikian, mereka tidak langsung ke sektor transportasi. Semua punya kesempatan yang sama,” jelasnya.

Mengenai media sosial yang akan mematikan media mainstream , menurut Daniel, itu hanya tukar posisi. Kini platform seperti Youtube menjadi media sehari-hari masyarakat.

“Media mainstream hanya menjadi konten di media sosial. Kita tetap mencari kebenaran di media mainstream melalui platform sudah tidak langsung melalui TV lagi,” ujar Daniel.

(Ananda Nararya)

(Kurniasih Miftakhul Jannah)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya