Intip Peta Persaingan Pasar Fintech, Apa BUMN Bisa Mendominasi?

, Jurnalis
Selasa 05 Maret 2019 13:42 WIB
Ilustrasi: Foto Shutterstock
Share :

Presdir PT Astra International Tbk, Prijono Sugiarto mengatakan, pembentukan perusahaan patungan dan partisipasi Astra dalam pendanaan seri F menunjukkan kepercayaan perusahaan kepada Go-Jek sekaligus wujud nyata dari eksplorasi kerja sama untuk menciptakan sinergi dengan bisnis otomotif Astra.

"Kami berharap kerja sama ini dapat membantu masyarakat luas masuk ke sektor ekonomi formal, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini sejalan dengan cita-cita Astra untuk sejahtera bersama bangsa," ujarnya di Jakarta, Senin (4/3).

Antisipasi Kondisi Fintech

Mengantisipasi kondisi yang tak diinginkan di masa depan seperti yang dialami bank konvensional, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan kebijakan terkait fintech di bidang layanan P2P Lending, yang menawarkan kegiatan meminjamkan uang kepada suatu pihak lewat perusahaan fintech sebagai jembatan antara pemilik modal dan penerima pinjaman.

Seperti aturan POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi tersebut untuk melindungi konsumen terkait keamanan dana dan data, pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme, stabilitas sistem keuangan, hingga para pengelola perusahaan fintech. Terkait dengan peraturan baru itu, OJK memberi kesempatan penyedia jasa layanan pinjaman berbasis TI (fintech) melakukan registrasi keanggotaan selama enam bulan ke depan.

OJK mewajibkan penyedia layanan Fintech membuat escrow account dan virtual account di perbankan, dan data center yang ditempatkan di Indonesia. Selain itu, penyedia layanan juga wajib melampirkan bukti kepemilikan modal minimal sebesar Rp1 miliar saat pendaftaran, dan modal tersebut meningkat menjadi sebesar Rp2,5 miliar saat mengajukan izin. Lantas batas pinjaman yang dapat disalurkan ke masyarakat, OJK membatasi maksimal penyaluran kredit hingga Rp2 miliar dalam mata uang rupiah per debitur.

Dengan ada aturan yang jelas tersebut, pihak otoritas optimistis mampu meminimalisasi pengoperasian perusahaan fintech yang abal-abal, karena bisa ditangkal lewat regulasi yang ada. Dengan demikian, diharapkan perusahaan fintech yang bergerak di layanan P2P lending dapat berkontribusi dalam mempercepat distribusi pembiayaan bagi UMKM ke berbagai daerah.

Hanya persoalannya, OJK sama sekali tidak mengatur masalah besaran bunga pinjaman. Penetapan besaran bunga pinjaman bergantung kesepakatan antara kreditur dan debitur dengan alasan bisnis P2P lending memiliki risiko kredit yang tinggi. Berbeda suku bunga kredit bank maupun bunga kartu kredit yang diatur batas terendah dan batas tertingginya. Itupun kalangan perbankan masih menghadapi masalah kredit bermasalah (non performing loan -NPL) yang relatif tinggi saat ini, terpengaruh kondisi ekonomi makro dan kemampuan debitur membayar kembali pinjamannya.

Sementara itu, dosen FE Universitas Ibnu Chaldun Ahmad Iskandar mengatakan keberadaan Fintech Ilegal yang selama ini meresahkan para peminjam yang tak memenuhi kewajiban tepat waktu, dianggap sebagai “teroris ekonomi” yang berpotensi merusak tatanan ekonomi digital. “Karena itu, masyarakat lebih berhati-hati memilih perusahaan Fintech yang kredibel terdaftar di OJK,” ujarnya.

(Feby Novalius)

Halaman:
Lihat Semua
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya