Hilirisasi Industri Digencarkan karena Dampaknya Berantai

, Jurnalis
Senin 18 Maret 2019 12:39 WIB
Menperin Kunjungi Stadler Rail Group (Foto: Kemenperin)
Share :

JAKARTA Industri manufaktur di Indonesia masih menunjukkan geliat yang positif untuk terus meningkatkan investasi dan ekspansi. Guna mendukung gairah usaha ini, pemerintah berkomitmen menciptakan iklim bisnis yang kondusif dengan memberikan fasilitas fiskal dan kemudahan perizinan.

“Oleh karena itu, pemerintah semakin serius dan gencar mendorong kebijakan hilirisasi industri karena dinilai mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional yang signifikan,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, dikutip dari Harian Neraca, di Jakarta, Senin (18/3/2019).

Menperin menegaskan, selama ini kebijakan hilirisasi industri telah memberikan efek berantai yang luas bagi perekonomian nasional mulai dari peningkatan pada nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, hingga penerimaan devisa dari ekspor.

“Sesuai arahan Bapak Presiden Joko Widodo, hilirisasi perlu benar-benar digenjot. Sehingga kita tidak perlu lagi ekspor bahan baku mentah. Jadi, kita harus berani beralih, dengan mengirim barang dalam bentuk setengah jadi atau jadi,” paparnya.

Baca Juga: Kemenperin Dorong Santri Jadi Wirausaha

Langkah strategis tersebut sesuai dengan implementasi peta jalan Making Indonesia 4.0, yang bertujuan untuk merevitalisasi sektor manufaktur agar lebih berdaya saing global di era industri 4.0. Untuk itu, pemerintah menekankan pentingnya melakukan transformasi ekonomi, yang menggeser ekonomi berbasis konsumsi menjadi berbasis manufaktur.

UNIDO mengemukakan, Indonesia termasuk dari 4 negara Asia yang memiliki nilai tambah sektor manufakturnya tertinggi di dunia. “Jadi, kita bersama China, Jepang, dan India,” imbuh Airlangga. Nilai tambah industri nasional meningkat hingga USD34 miliar, dari tahun 2014 yang mencapai USD202,82 miliar dan tahun 2018 menjadi USD236,69 miliar.

“Kebijakan saat ini diarahkan pada pembangunan dan pemerataan ekonomi yang lebih inklusif dan berkualitas. Kami optimistis, itu bisa mengurangi kemiskinan dan ketimpangan, serta meningkatkan lapangan kerja sebanyak-banyaknya,” tutur Airlangga.

Baca Juga: RI Siapkan SDM Berkualitas untuk Industri Jepang

Berdasarkan laporan Nikkei, indeks manajer pembelian (Purchasing Managers’ Index/PMI) manufaktur Indonesia mengalami kenaikan, dari bulan Januari 2019 yang berada di level 49,9 menjadi di angka 50,1 di Februari. Level di atas 50 menandakan sektor manufaktur tengah ekspansif.

“Artinya, dari capaian tersebut, para investor di sektor industri melihat bahwa Indonesia telah mampu mengelola ekonomi melalui norma baru,” terangnya. Norma baru yang dimaksud, adalah rata-rata negara industri di dunia saat ini mengalami kontribusi manufakturnya terhadap ekonomi hanya sebesar 17%.

Namun, ada lima negara yang sektor industri manufakturnya mampu menyumbang di atas rata-rata tersebut, yakni China (28,8%), Korea Selatan (27%), Jepang (21%), Jerman (20,6%), dan Indonesia (20,5%).

“Kalau merujuk data World Bank, sekarang tidak ada lagi negara di dunia yang kontribusi industrinya bisa mencapai di atas 30%,” ungkapnya.

Halaman:
Share :
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Topik Artikel :
Berita Terkait
Terpopuler
Telusuri berita Finance lainnya