JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat investasi sektor industri manufaktur pada 2018 mencapai Rp226,18 triliun. Nilai investasi itu meningkat sekitar Rp30,44 triliun jika dibandingkan tahun 2014 lalu tercatat Rp195,74 triliun.
”Dengan peningkatan investasi tersebut, pemerintah berupaya menyiapkan sumber daya manusia (SDM) industri, baik di skala besar maupun kecil,” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto di Jakarta, kemarin.
Airlangga menyampaikan, terdapat tiga pilar utama yang perlu menjadi perhatian untuk memacu pertumbuhan industri nasional, yaitu investasi, teknologi, dan SDM. Menurutnya, ketersediaan SDM yang terampil sangat diperlukan guna meningkatkan produktivitas dan daya saing sektor industri.
Baca Juga: Menperin Optimistis Industri Manufaktur Meroket Usai Pemilu
Apalagi Indonesia sekarang punya potensi tersebut seiring dengan adanya bonus demografi yang sedang kita nikmati hingga tahun 2030,”katanya.
Dalam menyiapkan SDM yang berkompeten di bidang industri, Kemenperin siap menggelontorkan anggaran sebesar Rp1,78 triliun untuk program pendidikan vokasi industri pada 2019.
Program tersebut menjadi salah satu andalan pemerintah menyiapkan angkatan kerja di dalam negeri yang bisa menerapkan industri 4.0. Untuk itu, pihaknya terus berupaya menciptakan SDM kompeten terutama yang siap menghadapi era industri 4.0.
Menurutnya, Indonesia perlu merombak kurikulum pendidikan dengan lebih menekankan pada bidang science, technology, engineering, arts, and mathematics (STEAM). Selain itu, pemerintah terus fokus meningkatkan kualitas unit pendidikan vokasi.
Hingga saat ini, kata dia, Kemenperin telah memiliki sembilan sekolah menengah kejuruan (SMK), 10 politeknik, dan dua akademi komunitas. Beberapa program peningkatan SDM lainnya, kata Airlangga, telah dilakukan melalui program link and match antara industri dan SMK.
Baca Juga: Capres Perlu Bahas Strategi Perbaiki Industri Manufaktur dalam Debat
Dengan program tersebut ditargetkan Indonesia mampu meningkatkan kompetensi dari para lulusan SMK sehingga bisa langsung bekerja di industri karena kurikulum yang diajarkan mengikuti kebutuhan di sektor industri.
”Sekarang ada 855 perusahaan yang melakukan kerja sama dengan 2.012 SMK. Untuk itu, kami memberikan apresiasi setinggi-tingginya kepada SMK dan industri yang sangat antusias ikut serta dalam program strategis tersebut,”kata dia.
Melalui program-program pengembangan SDM tersebut, pihaknya optimistis memasang target pertumbuhan industri nonmigas sebesar 5,4% pada 2019.
Adapun sektor-sektor yang diproyeksikan tumbuh tinggi, antara lain industri makanan dan minuman 9,86% permesinan 7%, tekstil dan pakaian 5,61%, serta industri kulit, barang dari kulit, dan alas kaki 5,40%.
Dia mencatat, pada periode 2014-2017 terjadi penambahan populasi industri besar dan sedang dari 2014 sebanyak 25.094 unit usaha menjadi 30.992 unit usaha pada 2018. Hal itu menurutnya menumbuhkan 5.898 unit usaha baru.
Penyerapan Tenaga Kerja
Selain itu, peningkatan investasi dianggap berbanding lurus dengan serapan tenaga kerja industri yang terus meningkat. ”Pada 2015 itu ada 15,54 juta orang tenaga kerja, pada 2018 menjadi 18 juta orang pekerja atau naik 17,4%.
Artinya, sektor industri menyerap tenaga kerja rata-rata 672.000 orang per tahun,”kata dia. Airlangga menjelaskan, peningkatan pada penyerapan tenaga kerja itu merupakan bagian efek berantai dari pelaksanaan kebijakan hilirisasi industri.
Karena itu, terjadi pertumbuhan sektor industri yang sejalan pula dengan adanya penambahan investasi atau ekspansi di Indonesia. Di sektor industri kecil, kata dia, peningkatan investasi juga berdampak pada penumbuhan unit usaha baru.
Berdasarkan catatan Kemenperin, pada 2014 terdapat 3,52 juta unit usaha industri kecil dan pertumbuhannya naik menjadi 4,49 juta unit usaha pada 2017. Artinya, pada sektor itu setidaknya terjadi pertumbuhan sekitar 970.000 unit usaha selama kurun tiga tahun.
Pertumbuhan penyerapan tenaga kerja paling aktif salah satunya dilakukan oleh sektor industri automotif yang menyerap lebih dari satu juta tenaga kerja. Pada industri automotif terdapat empat pabrikan besar telah menjadikan Indonesia sebagai rantai pasok global.
Sedangkan dalam waktu dekat, kata Airlangga, akan ada beberapa prinsipal automotif lagi yang akan bergabung sehingga bisa menjadikan Indonesia sebagai hub manufaktur automotif di wilayah Asia.
Adapun sektor manufaktur lainnya yang menyerap tenaga kerja banyak, yakni industri makanan dengan kontribusi hingga 26,67%, industri pakaian jadi (13,69%), serta industri kayu, barang dari kayu, dan gabus (9,93%).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kemenperin Haris Munandar mengatakan, industri manufaktur Indonesia sebagai penopang perekonomian dinilai masih cukup besar. Hal itu terlihat melalui pertumbuhan di lintas sektor, peningkatan investasi, penambahan tenaga kerja dan penerimaan devisa dari ekspor.
”Sekarang masih tinggi. Apalagi industrinya semakin tumbuh dan investasi terus jalan,” kata dia.
Kemenperin mencatat, kontribusi industri manufaktur pada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional berada di angka 20%. Kondisi ini menjadikan Indonesia berada di peringkat kelima di antara negara G-20, setelah China (29,3%), Korea Selatan (27,6%), Jepang (21%), dan Jerman (20,7%).
”Padahal rata-rata kontribusi sektor manufaktur dunia saat ini hanya sebesar 17%,” ujar Haris.
Oleh karena itu, industri manufaktur menjadi sektor andalan dalam penerimaan negara. Hal ini pula menjadi perhatian pemerintah untuk semakin menggenjot hilirisasi industri.
Sejalan upaya tersebut, Kemenperin terus mendorong pendalaman struktur industri di dalam negeri melalui peningkatan investasi yang juga bertujuan menyubstitusi produk impor. (Nanang Wijayanto)
(Dani Jumadil Akhir)