Selain itu, lanjut dia, ada kesenjangan yang berkembang antara bisnis virtual asset dan yang tidak diatur, misalnya penjualan dan pembelian virtual asset pada pasar gelap atau melalui entitas yang tidak berizin.
"Hasil penilaian risiko tindak pidana pencucian uang dan tindak pidana pendanaan terorisme di Indonesia yang menyatakan, bahwa financial technology (FinTech) dan penggunaan virtual asset/cryptocurrency telah menjadi emerging threat atau ancaman yang muncul di Indonesia," jelasnya.
Baca Juga: PPATK Awasi 1,3 Juta Rekening yang Diduga Lakukan Tindak Pencucian Uang
Fenomena ini, tutur dia, telah dipahami oleh masyarakat yang dibuktikan dengan hasil indeks persepsi publik Indonesia Anti Pencucian Uang dan Pemberantasan Pendanaan Terorisme Tahun 2018 yang memuat rendahnya tingkat persepsi publik atas ketersediaan peraturan dan instrumen pengawasan atas sistem pembayaran baru.
"Khususnya mata uang virtual, yaitu 5.72 indeks, serta rentannya perkembangan teknologi sehingga mudah digunakan sebagai saran pencucian uang, yaitu 5.93 indeks," ungkap dia.
(Feby Novalius)