JAKARTA - Pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menilai Indonesia bisa menjadi leader untuk industri mebel dan kerajinan di Kawasan ASEAN. Peluang tersebut terbuka karena RI punya potensi sumber daya alam (SDA) dan sumber daya manusia (SDM) yang dimiliki bisa dikelola dengan baik.
Sekretaris Jenderal HIMKI Abdul Sobur mengatakan, ketersediaan bahan baku hasil hutan yang melimpah, sumber daya manusia yang terampil dalam jumlah besar, industri ini mestinya menjadi industri yang tangguh. Namun, kata dia, masih ada kebijakan yang kontraproduktif membuat industri mebel dan kerajinan Indonesia kurang berkembang, di antara kebijakan itu sistem verifikasi dan legalitas kayu (SVLK) yang diberlakukan pemerintah.
Baca Juga: Kayu Jati Platinum Andalan Baru Ekspor Furnitur Indonesia
“Hal ini membuat harga bahan baku bagi industri kayu tak kompetitif dibanding pesaing kita seperti Malaysia dan Vietnam karena untuk mengurus SVLK dan beberapa izin pendukungnya membutuhkan biaya yang sangat besar,” ujarnya dalam keterangan tertulisnya, Senin (29/7/2019).
Untuk itu, kalangan pengusaha yang bergerak di sektor industri mebel dan kerajinan meminta agar pemerintah menghapus pemberlakuan SVLK untuk industri mebel dan kerajinan. Penerapan kebijakan SVLK berdampak pada tidak maksimalnya kinerja ekspor nasional mengingat rumit dan mahalnya pengurusan dokumen tersebut. Padahal saat ini industri mebel tengah bersaing ketat dengan pelaku industri mebel mancanegara seperti Malaysia, Vietnam, China dan negara-negara produsen di kawasan Eropa dan Amerika.
Masalah lain adalah masih adanya pihak-pihak yang menginginkan dibukanya ekspor kayu gelondongan (log) dengan berbagai alasan. Mereka menginginkan ekspor log karena menganggap lebih praktis dan menguntungkan dengan mengekspor bahan baku ketimbang ekspor barang jadi berupa mebel dan kerajinan.
Baca Juga: Produk Mebel Indonesia Berjibaku Lawan Impor
Padahal, jika mengacu pada matrik pengembangan industri mebel dan kerajinan nasional mengenai pengamanan bahan baku sebagai jaminan penunjang utama terjadinya pertumbuhan industri, yang digagas HIMKI, maka adanya rencana membuka keran ekspor log harus dicegah karena bahan baku tersebut pada akhirnya akan diekspor habis-habisan seperti yang terjadi beberapa tahun lalu terhadap bahan baku rotan.
“Ekspor bahan baku sangat bertentangan dengan program hilirisasi yang telah dicanangkan pemerintah. Adanya desakan dibukanya kran ekspor log dan bahan baku rotan menimbulkan keresahaan bagi pelaku usaha yang bergerak di bidang barang jadi, mengingat bahan baku kayu yang ada di Indonesia sangat dibutuhkan oleh para pelaku industri di dalam negeri, bahkan saat ini sudah semakin susah untuk mendapatkan kayu yang berkualitas,” ujarnya.