JAKARTA – Kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang diusulkan pemerintah berpotensi menambah jumlah orang miskin, karena ada sekitar 8 juta jiwa dari kelompok masyarakat miskin dan hampir miskin menjadi peserta mandiri. Mereka tidak dapat subsidi alias bayar sendiri.
Saat ini, yang mendapatkan subsidi dari pemerintah atau diistilahkan dengan Penerima Bantuan Iuran (PBI) BPJS mencapai 96,8 juta jiwa. Sementara data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan masyarakat yang masuk dalam kelompok miskin dan hampir miskin atau di 4 desil terendah (setiap desil mewakili 10% total penduduk), ada 8,2 juta jiwa yang menjadi peserta mandiri.
Baca Juga: Bila Tak Mampu, Peserta Mandiri Kelas 3 Bisa Dikategorikan Penerima Bantuan Iuran
“Masyarakat yang sekitar 8 juta inilah yang paling terpapar dengan kenaikan iuran BPJS seperti diajukan oleh pemerintah,” ujar Konsultan Data Indonesia Herry Gunawan, dalam keterangannya, Selasa (10/9/2019).
Pernyataan ini disampaikan sebagai respons kampanye Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati yang menyatakan bahwa kenaikan iuran BPJS tidak menyusahkan masyarakat miskin. Malah katanya, pemerintah membantu kelompok kecil.
“Iya membantu bikin makin miskin,” tegas Herry.
Bahkan, dia menambahkan, tingkat kemiskinan bagi warga yang sudah masuk kategori miskin akibat kenaikan iuran BPJS bakal makin dalam. Kian jauh di bawah garis kemiskinan.
Baca Juga: 50% Peserta Mandiri Masih Menunggak BPJS Kesehatan
Rencana kenaikan iuran BPJS yang diajukan oleh pemerintah adalah: untuk kelas 1 dari Rp80 ribu menjadi Rp160.000, kelas 2 dari Rp51.000 menjadi Rp110.000 dan kelas 3 dari Rp25.500 menjadi Rp 42.000.
Dari jumlah peserta BPJS, yang masuk dalam program Penerima Bantuan Iuran ada sekitar 96,8 juta. Dengan asumsi kenaikan iuran BPJS sesuai skenario pemerintah tersebut khusus untuk kelas 3, berarti alokasi belanja pemerintah untuk subsidi iuran BPJS akan bertambah sekitar Rp19 triliun dalam satu tahun.
Hasil simulasi Data Indonesia menggunakan data Susenas, dengan asumsi pendapatan – direfleksikan dari pengeluaran - orang miskin stabil atau tidak mengalami perubahan seperti sekarang, jumlah orang miskin berpotensi bertambah 143 ribu orang.
“Itu hanya dihitung dari peserta mandiri, karena ada penambahan pengeluaran,” katanya.