AUSTRALIA - Data terbaru di Australia bahwa pegawai negeri sipil (PNS) di Queensland telah menghabiskan hingga AUD5 juta atau lebih dari Rp47,5 miliar untuk berpergian ke luar negeri dalam 12 bulan terakhir. Hal tersebut dinilai menghabiskan uang negara yang cukup besar.
Seperti yang dilakukan badan otoritas keuangan di negara bagian tersebut, Queensland Treasury Corporation (QTC) yang membiayai 16 pejabatnya untuk berpergian dan konferensi dengan nilai hampir setengah juta dolar Australia.
Baca juga: Australia Akan Pangkas Pajak hingga Rp1.580 Triliun, Apa Dampaknya?
Kepala QTC, Gerard Bradley bersama dua staf seniornya, Jose Fajardo dan Michael Anthonisz, menghabiskan USD107,600 atau lebih dari Rp1 miliar, untuk berpergian selama dua minggu ke Amerika Serikat, Mexico, Peru, Kolombia, Chili untuk
"Pertemuan tingkat tinggi berdasarkan kontak yang telah dijalin selama bertahun-tahun," ujarnya melansir ABC, Jakarta, Minggu (6/10/2019).
Baca juga: Wapres JK Beberkan Manfaat Perdagangan Bebas RI-Australia
Juru bicara Gerard mengatakan perjalanan tersebut adalah untuk menarik para investor ke Queensland.
TAFE Queensland menjadi agen dan perusahaan pemilik pemerintah yang paling banyak menghabiskan pengeluaran, dengan jumlah yang diklaim AUD552.169. lebih dari Rp5,2 miliar.
Baca juga: PM Baru Australia Bakal Ketemu Jokowi Bahas Ekonomi
Angka-angka tersebut diperoleh dari data pemerintah Australia yang baru-baru diterbitkan online.
Sementara itu departemen pemerintah di Queensland yang paling banyak menghabiskan dana adalah Departemen Pendidikan, dengan lebih dari AUD1,1 juta, lebih dari Rp10,4 miliar, untuk mengirim 390 guru, kepala sekolah dan eksekutif ke seluruh penjuru dunia.
Departemen Kehakiman dan Jaksa Agung dilaporkan telah menghabiskan AUD100.500, lebih dari Rp 955 juta, termasuk untuk perjalanan kepala Pengadilan Banding Queensland, Walter Sofronoff, yang bepergian dengan istrinya ke Inggris untuk melakukan tur dke sejumlah pengadilan dan Mahkamah Agung di Inggris.
Di negara bagian lainnya, yakni Victoria, dengan Melbourne sebagai ibukotanya, Komisi Anti Korupsi Victoria menemukan hampir semua pemerintahan daerahnya beresiko melakukan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa.
Temuan juga menunjukkan para pejabat lokal sebenarnya mengetahui hal ini, namun cenderung membiarkannya.
Selain itu, ada pula potensi korupsi pada pengawasan proyek serta pengelolaan konflik kepentingan pejabat.
"Modus yang dilakukan pejabat bernama Lukas Carey yaitu, mengalokasikan kontrak proyek-proyek Pemkot ke perusahaan istrinya sendiri. Selain itu, dia masih juga menerima komisi dari dua kontraktor lainnya," sebut Komisi Anti Korupsi Victoria.
Lukas telah dinyatakan terbukti bersalah oleh pengadilan dan dijatuhi hukuman penjara tiga tahun, serta denda AUD31.200, atau lebih dari Rp296 juta. Istrinya juga dikenai denda sebesar AUD20.500, atau hampir Rp195 juta.
(Fakhri Rezy)