JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa pihaknya sedang mencari cara agar neraca perdagangan bisa surplus. Salah satunya dengan melakukan transformasi ekonomi.
Baca Juga: Neraca Perdagangan Defisit, Mendag Keluarkan Jurus Pacu Ekspor
Seperti diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatatkan neraca perdagangan Indonesia mengalami defisit sebesar USD1,33 miliar pada November 2019. Realisasi ini membaik dari posisi neraca perdagangan November 2018 yang mengalami defisit sebesar USD2,05 miliar. Namun sebaliknya, tercatat memburuk bila dibandingkan dengan November 2019 yang mengalami surplus sebesar USD170 juta.
"Transformasi ekonomi itu bertujuan meningkatkan produk ekspor dan mendorong industri substitusi impor. Di mana kita ada tujuh program jangka pendek yang telah disiapkan," ujar dia di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (17/16/2019).
Pertama, implementasi B30 pada 2020. Di mana penghematan devisa bisa mencapai USD4,8 miliar.
Baca Juga: Menko Airlangga: Perbaiki Defisit Neraca Dagang Tak Bisa Instan
Kedua, gasifikasi batu bara. Di mana mengembangkan produksi gas melalui batu bara diperkirakan bisa menghemat impor gas sebesar 1,08 juta ton per tahun.
"Jadi, angka itu setara dengan penghematan Rp9 triliun per tahun. Kami juga akan mempercepat pembangunan pabrik gasifikasi batubara dengan kapasitas 1,8 juta ton per tahun," ungkap dia.
Kemudian, lanjut dia, ketiga ada penguatan TPPI (Trans Pacific Petrochemical Indotama), seperti TPPI akan direstrukturisasi dan hilirisasi dilanjutkan. Keempat, pembangunan smelter untuk hilirisasi produk tambang.
"Kelima green refinery di Plaju, Sumatera Selatan. Pertamina tengah mengembangkan greenfuel yang berbasis minyak sawit di beberapa kilang Pertamina terutama di Plaju," kata dia.
Keenam, tutur dia, kebijakan bea masuk tindakan pengamanan sementara. Kebijakan ini dilakukan untuk melindungi produk dalam negeri dari masuknya produk impor.
"Ketujuh atau terakhir yakni percepatan perjanjian perdagangan internasional seperti RCEP, I-EU CEPA, GSP, BIA Taiwan," pungkasnya.
(Feby Novalius)