Pasca-pemberontakan itu, Jongkie mengatakan Belanda akhirnya mengeluarkan peraturan yang isinya menempatkan warga Tionghoa di Semarang dalam satu kawasan. Tujuannya, tak lain agar pergerakan atau aktivitas warga Tionghoa bisa lebih diawasi.
“Setelah pemberontakan itu, Belanda akhirnya menempatkan warga Tionghoa dalam satu kawasan. Kawasan itulah yang sekarang disebut Pecinan. Sebelum ada Pecinan, warga Tionghoa tinggalnya terpisah-pisah, ada yang di Gedung Batu, bahkan di wilayah Ngaliyan,” cerita pria yang memiliki nama asli Tio Tik Gwan itu.
Jongkie menambahkan meski terbilang sempit, kawasan Pecinan di Kota Semarang mampu menjadi salah satu wilayah kekuatan ekonomi. Bahkan, beberapa tokoh lahir dari kawasan itu, salah satunya Oei Tjie Sien, yang merupakan ayah Oei Tiong Ham, yang pernah menyandang predikat sebagai orang terkaya di Asia Tenggara pada akhir abad ke-19.
Sementara itu, dikutip dari laman resmi Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang, kawasan Pecinan di Semarang memiliki pengaruh besar terhadap pembentukan Kota Semarang. Kawasan pecinan di Semarang disebut-sebut memiliki nilai sejarah dan merupakan kawasan yang memiliki potensi wisata budaya.
Pada 2005, Pemkot Semarang melalui Surat Keputusan Wali Kota No.650/157 tanggal 28 Juni 2005, mulai mengatur kawasan Pecinan untuk direvitalisasi. Pecinan Kota Semarang yang semula hanya pusat perdagangan berubah menjadi pusat wisata yang menampilkan kebudayaan orang-orang etnis Tionghoa.
(Fakhri Rezy)