Naiknya standar dari pasar global disebut menjadi sebab pentingnya sosialisasi ini untuk dilakukan. Standar tersebut antara lain kebijakan Uni Eropa (UE) tentang batas maksimum 3-MCPD sebesar 2,5 ppm untuk minyak sawit jika ingin digunakan sebagai bahan makanan. Namun, UE sendiri menerapkan batas 1,25 ppm untuk minyak nabati yang diproduksi di negara anggotanya. Kebijakan ini akan mulai diterapkan pada Januari 2021 mendatang.
Baca juga: Ekspor Minyak Sawit Kalsel Capai Rp36 Miliar, Begini Hitung-hitungannya
Sementara itu, Council of Palm Oil Producing Countries atau Dewan Negara Produsen Sawit (CPOPC) telah menyatakan keberatan atas kebijakan dua batas maksimum 3-MCPD UE tersebut, khususnya pada penetapan 1,25 ppm untuk minyak nabati yang diproduksi di sana. Pasalnya, batasan maksimum 3-MCPD sebesar 2,5 ppm adalah batas keamanan (safety level) yang dapat diterima untuk konsumsi. Oleh karenanya, UE kemudian dinilai perlu untuk menerapkan satu batas maksimum yang berlaku untuk semua minyak nabati.
“Konsumen akan disesatkan untuk percaya bahwa minyak sawit itu lebih buruk daripada minyak nabati yang sebenarnya memiliki batas 3-MCPD lebih rendah,” ujar Airlangga.