JAKARTA - Virus korona telah memberikan tekanan terhadap pasar barang-barang mewah global, yang menurut para ahli dapat menghambat pendapatan sepanjang tahun 2020.
CEO Bulgari Jean Christophe Babin mengatakan, krisis tidak mengubah pandangan positif perusahaannya terhadap China. Akan tetapi, wabah yang telah menewaskan lebih dari 1.000 orang ini memiliki efek besar pada pendapatan perusahaan.
Baca Juga: Virus Korona, Bank Dunia Tawarkan Bantuan Teknis tapi Bukan Uang
Bulgari memiliki 51 toko di wilayah China. Merek milik LVMH menolak untuk menentukan berapa banyak toko yang beroperasi di mal-mal China, tetapi mengatakan setengah dari toko-toko itu telah ditutup sebagai tindakan terhadap wabah tersebut.
"Apa yang terjadi saat ini di China membatasi pertumbuhan industri (kemewahan global). Fakta bahwa kita bersandar pada e-commerce hanya di China jelas sangat merugikan penjualan. Ini berlaku untuk Bulgari, tapi itu benar, saya percaya, untuk merek apa pun." kata Babin mengutip dari CNN, Rabu (12/2/2020).
Baca Juga: Wabah Virus Korona Bikin Maskapai Penerbangan Dunia Rugi Besar
Merek-merek mewah lainnya telah menghindari mengatakan kepada publik bagaimana coronavirus memengaruhi laba mereka, meskipun mereka telah mempublikasikan sumbangan kemanusiaan dan janji mereka untuk membantu memerangi penyakit ini.
Gucci, Cartier, dan pengecer kelas atas lainnya menolak berkomentar atau tidak mau menanggapi masalah ini. Tiffany & Co. (TIF), yang diakuisisi oleh LVMH, mengkonfirmasi telah menutup beberapa toko di daerah yang terkena dampak di China, tetapi tidak akan mengatakan bagaimana situasinya telah mempengaruhi penjualan globalnya.
"Kami tidak akan membuat pengungkapan lebih lanjut mengenai dampak bisnis sampai hasil Q4 kami dirilis pada 20 Maret," kata juru bicara Tiffany melalui email.