JAKARTA - Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kian terpuruk pada level Rp14.413 per USD. Atas pelemahan ini, Bank Indonesia (BI) menyiapkan berbagai upaya untuk menstabilkan sehingga Rupiah bergerak sesuai dengan fundamentalnya.
Menurut Gubernur BI Perry Warjiyo pelemahan nilai tukar tidak hanya terjadi pada Rupiah, di mana mata uang negara lain turut melemah karena para investor berapa waktu lalu melakukan risk off atau menjual mata uangnya.
Baca Juga : Hindari Virus Korona di Sektor Pariwisata, Menko Airlangga: Kita Sudah Punya Protokol
"Jadi tidak hanya Indonesia, Eropa, Amerika Serikat, Jepang, Korsel, Singapura hingga Thailand juga. Pelemahan itu yang kemudian meningkatkan outflow lebih tinggi dan kenapa Rupiah lebih tinggi," tuturnya, di Bank Indonesia, Senin (2/3/2020).
Namun demikian, lanjut Perry, bila melihat pelemahan Rupiah secara year to date dibandingkan dolar Singapura dan negara lain, mata uang Indonesia lebih rendah penurunannya. Apalagi di tengah meluasnya virus korona yang saat ini menyebar ke Korea Selatan, Italia, Iran hingga Jepang.
"Indonesia itu dalam ekonomi paling rendah dampaknya bila dibandingkan Jepang, Korsel, Thailand, Singapura dan Malaysia. Selain itu karena tingkat perdangangan global kita dengan China lebih rendah," tuturnya.
Baca Juga : WNI Positif Korona, Kemenhub Imbau Masyarakat Pakai Masker di Transportasi Umum
Meski demikian, BI tetap akan meningkatkan intensitas triple intervention supaya nilai tukar Rupiah bergerak sesuai dengan fundamentalnya dan mengikuti mekanisme pasar. BI akan mengoptimalkan strategi intervensi di pasar DNDF, pasar spot dan pasar SBN guna meminimalkan risiko peningkatan volatilitas Rupiah.
"Kita kaji juga underlying transaksi bagi investor asing sehingga dapat alternatif dalam rangka lindung nilai atas kepemilikan Rupiah. Jadi mereka yang ingin investasi setelah melepas SBN bisa terlindung nilai dengan DNDF. Makanya itu fokusnya di transaksi SBN dijual asing dan masuk ke rekening Rupiah," tuturnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)