JAKARTA - Kelapa sawit ternyata sangatlah berguna bagi masyarakat di dunia. Tak terbayangkan banyaknya benda yang dibuat menggunakan minyak sawit.
Namun kecanduan kita terhadap sawit merugikan Bumi, karena kerusakan yang diakibatkannya pada hutan hujan. Bisakah kita mencari penggantinya?
Baca juga: Wejangan Sri Mulyani untuk Bos Pengelola Dana Sawit yang Baru Dilantik
Dia ada di sampo yang Anda pakai pagi ini, atau di dalam sabun yang membersihkan tubuh Anda, bahkan di pasta gigi yang Anda pakai untuk menggosok gigi, dalam vitamin yang Anda telan, atau di kosmetik yang mempercantik wajah Anda.
Dia juga kemungkinan besar ada di dalam roti yang Anda makan untuk sarapan, atau di dalam margarin yang Anda oles di atasnya, atau di dalam krim untuk kopi Anda.
Baca juga: Ekspor Sawit RI Turun 77%, Imbas Virus Korona?
Jika Anda memakai mentega dan susu, sapi yang memproduksinya juga kemungkinan digemukkan oleh sawit. Nyaris pasti, Anda telah memakai produk sawit hari ini.
Bahkan kendaraan — bis, kereta, atau mobil — yang Anda naiki diisi bensin yang mengandung sawit. Sebagian besar diesel dan bensin yang kita pakai memiliki komponen tambahan biofuel, yang pada dasarnya berasal dari sawit.
Mengutip BBC Indonesia, Jakarta, Selasa (10/3/2020), minyak sawit adalah minyak sayur yang paling populer di dunia. Keberadaannya bisa ditelisik di dalam 50% produk-produk konsumen, serta memainkan peran sentral dalam industri.
Baca juga: Uni Eropa Persulit Minyak Sawit RI, Menko Airlangga: Tidak Bisa Dibiarkan
Petani sawit menghasilkan 77 juta ton minyak sawit untuk pasar global pada 2018, dan angka ini diprediksi naik hingga 107,6 juta ton pada 2024.
Kehadiran sawit di kehidupan kita, sebagiannya karena kandungannya yang unik. Pertama kali dipanen dari biji kelapa sawit di Afrika Barat, ia memiliki warna pucat dan tak berbau, menjadikannya bahan campuran makanan yang mendekati sempurna.
Minyaknya memiliki titik didih tinggi dan lemak jenuh tinggi, ideal untuk menciptakan krim dan penganan yang leleh di mulut. Sebagian besar minyak sayur lain harus dihidrogenasi — yakni proses penambahan atom hidrogen secara kimia ke dalam molekul lemak — untuk meraih bentuk yang sama. Namun, proses ini akan menghasilkan lemak tak jenuh yang tidak sehat.