Kebijakan itu diambil karena Soekarno menolak untuk menerima bantuan asing dengan cara menggelontorkan utang. Karena, jumlah uang yang beredar sudah tidak terbendung, inflasi pun menimpa Indonesia.
"Ketersediaan barang sangat minim, sehingga yang terjadi inflasi di mana-mana. Inflasi kita naik berkali lipat, ratusan persen. Tahun 1966 itu sampai 630%. Ini yang kemudian menghantam masyarakat, karena daya beli masyarakat jadi jatuh. Ekonomi jadi hancur," kata dia.
Melihat situasi ekonomi yang semakin kacau-balau, pemerintah mengambil kebijakan sanering atau pemotongan nilai uang. Tapi, hal itu tidak diiringi dengan penurunan harga barang kebutuhan pokok. Sehingga, bisa dibilang kebijakan itu tak mengobati perekonomian Indonesia yang sedang krisis.
"Karena supply barangnya terbatas. Waktu itu kita impor susah. Pemerintah ngutangnya juga sedikit. Jadi yang didahulukan cetak duit, tidak dengan berutang. Impornya enggak banyak. Jadi barang terbatas. Duit banyak, barang terbatas, inflasinya tinggi," katanya.
Situasi bertambah pelik karena saat itu Indonesia sedang dilanda keguncangan setelah peristiwa G30S 1965. Kecemasan masyarakat atas gejolak politik dan situasi ekonomi yang kian memburuk menambah krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Gelombang demonstrasi pun dilakukan sejak awal 1966.
"Jadi inflasi yang super tinggi tahun 1966, salah satunya disebabkan gejolak politik tadi. Apalagi peristiwa G30S/PKI yang berujung kepada pemberantasan PKI itu sendiri. Dalam suasana mencekam, produksi di pabrik-pabrik terhenti semua. Jadi produksi turun, barang-barang jadi tidak tersedia," kata dia.
Pemulihan Ekonomi
Setelah peristiwa G30S/PKI berakhir, kursi presiden pun pindah ke Soeharto. Di era Orde Baru itu, perekonomian Tanah Air mulai kembali pulih. Purnawiran Jenderal TNI AD itu mulai mengizinkan investor dan utang dari negara lain untuk membangkitkan Indonesia dari keterpurukan.
"Ekonomi kita membaik karena kita membuka investasi asing akhir tahun 1968. Ketika beralih ke Orde Baru itu, pemerintah banyak memberikan konsesi-konsesi kepada luar negeri ke pihak asing," kata dia.
Dia menambahkan, antara tahun 1969 hingga 1970-an ekonomi Indonesia sudah mulai kembali stabil dan ke luar dari krisis.
"Yang benar-benar stabil, tahun 1969 dan 1970 sudah stabil," ungkapnya.
(Kurniasih Miftakhul Jannah)