Sementara itu Direktur Pengelolaan Sumber Daya Ikan, Trian Yunanda yang menjadi ketua Delri pada sidang IOTC menerangkan hasil pertemuan internasional ini memberi pengaruh yang sangat signifikan bagi keberlanjutan pengelolaan tuna di kawasan Samudera Hindia. Khususnya terkait tangkapan tuna madidihang yang sudah berstatus overfished and subject to overfishing.
"Hasil sidang tahunan IOTC tahun ini memutuskan adanya pertemuan khusus (special session) di tahun 2021 untuk membahas implementasi dan revisi Resolusi 2019/01 karena tahun ini pembahasan tidak dapat dilakukan secara komprehensif mengingat pertemuan dilakukan secara virtual. Selain itu disetujui untuk melakukan tiga kali pertemuan Technical Committee on Allocation Criteria di tahun 2021 untuk membahas kriteria alokasi tuna di Samudera Hindia," tambah dia.
Dia menhelaskan kriteria alokasi diharapkan dapat memenuhi aspek keberadilan (fairness) dan memperhatikan kepentingan developing coastal state. Selain itu juga memenuhi unsur sosial ekonomi dan tingkat kepatuhan negara anggota dan kerja sama non anggota.
Dalam pertemuan ini Indonesia juga menjadi co-sponsor untuk dua proposal yaitu pemilihan Executive Secretary IOTC, Consultation Towards the Development of a Proposal for a Permanent Procedure to Select the Executive Secretary dan Proposal on a Management Procedure for Yellowfin Tuna in the IOTC Area of Competence bersama dengan Australia, Maladewa, Afrika Selatan dan Uni Eropa.
Dalam hal pengelolaan tuna dan spesies sejenis tuna di Samudera Hindia, RFMO (Regional Fisheries Management Organization) yang mengelola adalah IOTC. Indonesia menjadi negara anggota (contracting party) pada IOTC sejak tahun 2007 melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2007 tanggal 5 Maret 2007 tentang Pengesahan Agreement for the Establishment of the Indian Ocean Tuna Commission (Persetujuan Tentang Pembentukan Komisi Tuna Samudera Hindia). Saat ini IOTC terdiri dari 31 negara anggota penuh.
(Fakhri Rezy)