JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) resmi menaikkan tarif cukai rokok sebesar 12,5% pada 2021. Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Piter Abdullah mengatakan, peningkatan tarif cukai rokok merupakan sesuatu yang wajar dilakukan pemerintah untuk mengendalikan produk-produk yang dianggap berbahaya dan tidak sehat.
Namun, melihat catatan sebelumnya bahwa peningkatan cukai tidak pernah menurunkan konsumsi rokok.
"Dalam konteks ini memang masyarakat diharapkan untuk tidak merokok sehingga wajar peningkatan cukai dilakukan pemerintah. Tetapi kalau kita lihat historisnya, peningkatan cukai itu tidak pernah menurunkan konsumsi," ujarnya saat dihubungi, Kamis (10/12/2020).
Baca Juga: Pernyataan Lengkap Sri Mulyani soal Tarif Cukai Naik 12,5% yang Bikin Harga Rokok Mahal
Piter melanjutkan, masyarakat merasa membutuhkan rokok dan pengendalian konsumsi rokok ternyata tidak efektif dengan menaikkan harga.
"Di Indonesia itu tidak efektif dengan cukai. Oleh karena itu, saya selalu melihat peningkatan cukai di Indonesia bukan untuk mengendalikan tetapi lebih untuk meningkatkan penerimaan pemerintah. Jadi agak bergeser tujuan dari cukai itu," ungkapnya.
Menurut dia, tujuan kenaikan tarif cukai nampaknya menjadi solusi bagi pemerintah di tengah penurunan penerimaan pajak pemerintah akibat pandemi ini. Di sisi lain, kenaikan tarif cukai rokok akan meningkatkan inflasi dan menurunkan daya beli masyarakat.
"Karena masyarakat masih akan tetap beli, otomatis nantinya beban dari masyarakat akan meningkat. Kalau penerimaannya tetap kemudian konsumsi rokoknya tetap naik berarti alokasi anggaran untuk rokok menjadi meningkat. Jadi mengurangi daya beli masyarakat untuk yang lain. Beban masyarakat meningkat, daya beli masyarakat untuk barang-barang non-rokok akan turun," tandasnya.
(Dani Jumadil Akhir)