JAKARTA - Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkapkan bahwa surplus neraca perdagangan di 2020 bukanlah sesuatu yang baik. Bahkan surplus ini menunjukkan ekonomi Indonesia sedang melemah.
"Ini bukan surplus sehat. Ibaratnya ekonomi kita ini kalau lagi lari maraton tapi sedang terkilir kakinya," ujar Lutfi dalam Webinar, Rabu (27/1/2021).
Baca juga: Mendag Segera Perbaiki Tata Kelola Barang Impor
Dia menjelaskan, pada jumlah impor Indonesia menurun. Padahal impor itu merupakan produk bahan baku dan bahan penolong industri.
"Ini kalau didiemin tidak baik, Jadi kalau domestik consumption kita turun, impor kita turun." jelasnya
Menurutnya, rendahnya angka konsumsi karena banyak yang memilih untuk menaruh uang di bank ketimbang berbelanja, sehingga kegiatan ekonomi dan perdagangan tidak berjalan.
Baca Juga: Neraca Perdagangan 2020 Surplus USD21,7 Miliar, Mendag: Sangat Mengkhawatirkan
"Jadi sekarang bagaimana caranya? Kalau saya ingin bicara sama Ibu Sri Mulyani adalah untuk memberi insentif untuk memberikan kepercayaan kepada pasar agar orang mengkonsumsi dulu," terangnya.
Dia menambahkan, jika konsumsi masyarakat sudah pulih maka akan ada pemasukan ke industri. sehingga sektor perdagangan Indonesia kembali bergerak.
"Begitu mengonsumsi, kredit jalan lagi, beli mobil, beli sepeda motor, dan saya menjamin inflow daripada barang-barang bahan baku dan bahan penolong ini akan baik tata laksananya," tandasnya.
Lutfi mencatat, sektor perdagangan Indonesia masih pada zona merah atau mengkhawatirkan. Hal itu dilihat dari surplus perdanganan Indonesia 2020 senilai USD21,7 miliar.
"Hari ini (2020) surplus USD21,7 miliar, itu menurut saya sangat mengahawatirkan. Kenapa? Karena kalau kita lihat di situ ekspornya turun 2,6% meski non migas turun hanya 0,5%. Tetapi impornya turun lebih jahu menjadi 17,3%," ujarnya
Baca Juga: Neraca Dagang Surplus USD21,7 Miliar, Kadin: Stabilitas di Tengah Resesi
Mantan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) 2005-2009 itu menyebut, nilai surplus perdagangan tersebut pertama kali paling tinggi sejak 2012 lalu. Meski begitu, secara agregat masih terjadi pelemahan.
(Feby Novalius)