JAKARTA - PGN harus membayar tunggakan pajak senilai Rp3,06 triliun. Hal ini pun mengakhiri perseteruan perseroan dengan Direktorat Jenderal Pajak terkait hitungan pajak yang berbeda.
Corporate Secretary PGN Rachmat Hutama mengatakan, perseroan siap membayar tunggakan pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak dengan skema angsuran atau cicilan seiring dengan diterimanya salinan Putusan Mahkamah Agung terkait sembilan perkara pajak.
Baca Juga: Jadi Subholding, PGN Diminta Tak Lagi Tradisional Jual Gas
Namun demikian, lanjut Rachmat, perseroan juga menjamin operasional masih berjalan dengan baik berkat fasilitas pinjaman yang masih tersedia.
Adapun ihwal pajak itu terdiri dari lima perkara pajak PPN gas bumi periode 2012, tiga perkara terkait PPN gas bumi periode 2013, dan satu perkara soal pajak lainnya periode 2012. Perseroan menyatakan tengah melakukan evaluasi dan kajian internal untuk permohonan Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
Baca Juga: Erick Thohir dan Sri Mulyani Bakal Duduk Bareng Bahas Sengketa Pajak PGN
"Perseroan juga mengajukan surat permohonan pembayaran cicilan atau angsuran setelah menerima surat tagihan dari Direktorat Jenderal Pajak," ujarnya, dikutip dari Harian Neraca, Kamis (4/2/2021).
Menurut manajemen PGAS, kasus perpajakan yang menimpa perseroan membutuhkan arus kas yang cukup besar sehingga pembayaran akan dipenuhi secara angsuran. PGAS menyebut perseroan juga memiliki fasilitas pinjaman siaga yang cukup untuk kegiatan operasional.
Untuk diketahui, sengketa pajak antara PGAS dengan DJP sempat membuat saham perusahaan gas itu anjlok. Pada 4 Januari 2020, saham PGAS ditutup anjlok 7%.
Adapun sengketa bermula pada 2012 saat terdapat perbedaan penafsiran dalam memahami ketentuan perpajakan yaitu PMK-252/PMK.011/2012 terhadap pelaksanaan kewajiban pemungutan PPN atas penyerahan gas bumi. Pada 2017, pihak PGAS mengajukan upaya hukum keberatan. Namun, DJP menolak. Setahun kemudian, PGAS mengajukan banding melalui Pengadilan Pajak dan setahun kemudian permohonan perseroan dikabulkan.
Pengadilan membatalkan ketetapan DJP atas 49 SKPKB alias Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar. Atas putusan Pengadilan Pajak tersebut, DJP mengajukan PK kepada Mahkamah Agung dan kemudian dikabulkan.
(Feby Novalius)