Kedua menteri juga membahas tentang emisi zero (carbon neutral) yang ditargetkan dapat dicapai pada tahun 2050 oleh Jepang. Dengan kebijakan tersebut, Indonesia perlu menyusun roadmap untuk tujuan yang sama.
"Dalam hal ini, kami harus menggunakan strategi yang sesuai, karena selain menekan emisi karbon serendah-rendahnya, termasuk lewat program LCGC (low-cost green car) dan mengarah ke EV (electric vehicle), kami juga tetap harus jaga investasi yang sudah berjalan di Indonesia," tambah Menperin.
Dalam mengembangkan rencana tersebut maka diperlukan keterlibatan lintas kementerian dan lembaga dalam mengelola industri, khususnya otomotif. Kebijakan pemerintah Indonesia sudah berjalan, antara lain penerapan mandatory biodiesel (B30) yang juga terbukti mampu meningkatkan kesejahteraan petani kelapa sawit dan sumber energi terbaru dan terbarukan.
"Kemenperin mendorong pengelolaan industri otomotif secara bijak, namun kami sepakat dengan upaya pencapaian target carbon neutral," ucap Agus.
Kesimpulan dalam pertemuan kedua menteri, Agus menyatakan Indonesia perlu menerapkan inovasi teknologi seperti yang dilakukan di Jepang. Hal ini penting untuk memelihara kontinuitas yang merupakan bagian dari upaya membangun kepercayaan investor di dalam negeri.
"Semoga kerja sama industri, ekonomi dapat segera bertambah erat, khususnya dalam hal program kerja sama New MIDEC," ungkapnya.
Industri Petrokimia
Dalam pertemuan itu, juga disampaikan salah satu perusahan Jepang, Sojitz Corporation, menyatakan tertarik dan akan berkolaborasi dalam proyek industri petrokimia berbasis gas di Teluk Bintuni, Papua.
Menperin menyampaikan perkembangan proyek kawasan industri petrokimia terbesar di Indonesia.
Dengan potensi sumur gas sekitar 7,9 Terracubicfeet (TCF), KI Teluk Bintuni akan menjadi kawasan industri petrokimia terbesar seluas 2.000 hektare.
"Kami meminta kepada pemerintah Jepang melalui METI agar dapat mendukung rencana tersebut, dan agar mendorong industri pionir di Jepang untuk berinvestasi pada industri soda ash, yang merupakan hilirisasi ammonia," tutur Agus.
Adapun, Menteri Kajiyama menanggapi, ketahanan rantai pasok dan peningkatan investasi merupakan fokus yang dapat ditingkatkan pada masa pandemi ini. Proyek Bintuni menurutnya sangat menarik dan pihaknya memberikan dukungan kepada Indonesia dalam pengembangan kawasan tersebut.
"Investasi yang dilakukan Sojitz dan konsorsiumnya, dapat memberi dampak positif bagi ekonomi dan kesejahteraan di RI," ujar Agus.
(Fakhri Rezy)